Asnia
tersenyum. Tekadnya semalam yang akan menyambangi blog yang telah menjadi
sarang laba-laba harus diwujudkan. Tak boleh berhenti pada niat. Niat dan
rencana yang tak pernah menjadi kenyataan adalah pekerjaan sia-sia. Meski dia
ingat pelajaran dari gurunya bahwa niat kebaikan yang tak dapat diwujudkan akan
mendapat satu kebaikan. Dia tak mau dirinya hanya berhenti pada niat yang tak
pernah menjadi kenyataan.
Dia ambil
notebook kesayangan. Jarinya mulai menari di atas keyboard. Dia ingat masa-masa
kejayaan dalam kepenulisan. Terpilih sebagai penulis blog terpopuler.
Menerbitkan tiga judul buku ber-ISBN dan laku terjual dalam waktu relatif singkat.
“Itu duluuu.
Kini dewi fortuna itu tak bersamamu lagi,” bisik batin Asnia pada dirinya
sendiri.
Memang,
beberapa waktu terakhir jarang menulis. Sampai-sampai teman bloggernya
mengingatkan, memprovokasi untuk menulis dan menulis lagi. Namun, agendanya di
Guru Penggerak sebagai aktor pendukung cukup menyita waktu. Belum lagi menilai UKPPPG
(Uji Kompetensi Peserta Pendidikan Profesi Guru) yang asyik menyita waktu.
Namun, itu
semua hanya merupakan alasan belaka. Sesibuk apapun, jika kita punya azzam
(niat yang kuat) pasti akan kesampaian. Prinsip itulah yang mengantarkan
dirinya meraih asa di tengah kesibukan.
Saat dirinya bersungguh-sungguh:
menjadi guru sekaligus staf pimpinan sekolah, ibu dari dua anak, istri seorang
akademisi masih sempat melanjutkan pendidikan tuk meraih gelar sarjana pendidikan
dengan hasil gemilang. Bukan itu saja, dia berkesempatan mengikuti ajang
bergengsi mahasiswa tingkat nasional berupa PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa
Nasional) dan berkesempatan menjadi juara. Apalagi kalau bukan karena
keberuntungan selain anugerah dari Tuhan?
Mungkin pula
sebagai hadiah dari sebuah prinsip yang dianutnya, “Man Jadda Wajada” (barangsiapa
bersungguh-sungguh akan mencapai keberhasilan). Asnia merasa pinter tidak,
cerdas pun tidak. Dia merasa sebagai mahasiswa biasa yang harus berjuang tuk
raih keberhasilan. Namun, nasib baik sering berpihak kepadanya. Barangkali
orang Jawa lebih menyebut dirinya banyak dinaungi “kabegjan” yang artinya
keberuntungan.
Asnia bingung
akan memulai dari mana. Tulisan apa yang akan ditorehkannya. Sesungging
senyuman terlecut dari bibirnya.
“Oh ya, ini
dia. Aku akan memulai dari diary saja. Sebuah tulisan yang amat mudah
ditorehkan oleh siapa saja.”
Jari-jari
Asnia mulai menghentak-hentak tuts notebooknya. Bibirnya tersungging senyuman
sembari memikirkan celoteh seorang kawan senam yang bercerita tentang “cuaca
eskrim yang tidak enak.”
Cerita
tersebut juga sudah dituliskan dalam sebuah artikel lucu yang akan dikirim ke
redaksi Solopos yang beralamat di Jalan Adisucipto tempat diri dan anak-anaknya
mengirimkan tulisan beberapa tahun yang lalu. Semoga ini menjadi sebuah nostalgia
yang mengasyikkan.