Selasa, 31 Maret 2020

LOCKDOWN VS LAUK DAUN


Bukan orang Indonesia namanya, jika tidak kreatif mencipta istilah. Termasuk mencipta analogi berdasar istilah lama. Bahkan sesepuh kita, orang Jawa juga kreatif mencipta istilah. Misalnya, untuk menyebut “celana” dalam bahasa Jawa dikatakan kathok, sebagai bentuk ringkas dari diangkat mboko sithok (diangkat satu demi atu). Ini memang relevan, sebab jika kita memakai celana tentu mengangkat kaki satu demi satu. Untuk menyebut hewan yang bernama katak, orang Jawa memberi nama kodhok (teko-teko ndhodhok  = datang-datang duduk). Yang namanya katak itu memang kalau habis melangkah terus duduk.
Dalam pelajaran bahasa Indonesia pun ada materi gejala analogi, yakni suatu bentukan bahasa yang meniru contoh yang sudah ada. Terbentuknya bentukan-bentukan baru akan memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi bahasa yang sedang tumbuh atau berkembang. Sebagai contoh, dari perbendaharaan kata dewa-dewi, putra-putri terus muncul bentukan baru saudara-saudari, mahasiswa-mahasiswi, pemuda-pemudi. Dari bentukan kata yang sudah dikenal hartawan dan bangsawan, muncul bentukan baru negarawan, sosiawan, dan sebagainya.
Selain gejala bahasa analogi, kita mengenal gejala asimilasi, disimilasi, adaptasi, kontaminasi, diftongisasi, monoftongisasi, konstruksi, kontraksi, reduplikasi, aferesis, metatesis, dan gejala bahasa yang lain. Nah, akhir-akhir ini muncul gejala bahasa baru. Yakni, gejala bahasa yang mem-pleset-kan istilah yang ada dengan kata atau istilah lain yang tentu maknanya amat berbeda.
Contoh-contoh itu dapat dilihat dari medsos berikut.

👶: Mak, kok akhir2 ini menunya daun singkong sama daun pepaya trs sih?
👵 :  Iya nak, kan slama 14 hari kita disuruh Laukdaun biar nggak kena virus corona.
👶 : Itu Lockdown Mak, bukan Laukdaun! Hadew emak.😩😩 Modern dikit gitu loh... (aditya dwi haryawan)

Kupejamkan mata agar tak terlihat linangan cairan jernih
si bening cekung hendak kulepas agar kuseka lelehan
bayang roh melingkari raga meniupkan kabar dari Wuhan
sepuluh prosen pasien sembuh rentan terpapar kembali

Di negeri hoax jauh lockdown berujar gurau
lockdown menjadi lauk daun aja
Just a joke for entertaint you
Berhubung cemas mesti diusir ke kursi panas
agar dipanggang hingga men-arang
Mati nan tewas di galeri peradaban zaman ini

Wahai sahabat
Berkobar-kobar rasa rindu ini padamu
Terasa di dada ini bundelan fail berisi kabar gemas
Ketika kota mesti lockdown
Lalu pesolek menikmati lauk daun belaka

Aih…

Sudilah kita bersatu dalam sembahyang dan perang
memohonkan kuasa dari Sang Mahakuasa
Menyiapkan pedang di arena perang baru
Melawan virus bersama pemimpin negeri permai (Roni Bani)

Senin, 30 Maret 2020

writer’s block

Malam ini ada yang kupikirkan dan selalu menjadi beban. Seolah tak mau enyah dari pikiran ini. Memang sih, sudah kupahami bahwa anak merupakan anugerah sekaligus ujian. Akankah aku dapat melalunya dengan mulus? Semoga. Ya Allah berilah kemudahan pada diri ini untuk dapat menerima segala ujian dan anugerah-Mu dengan penuh syukur. Untuk dapat menikmati segala ujian hidup dan anugerah terindah yang pernah dan selalu akan Paduka anugerahkan kepada diri ini. Aamiin3.
Kali ini aku mulai memanfaatkan laptop beda dari biasanya. Bukan laptop baru memang. Namun, kuberharap dapat memaksimalkan manfaat dari laptop ini. Sebuah laptop yang cukup bersejarah. Dibeli dari tempat nan jauh di sana. Dari sebuah negara yang bernama Jerman. Ini dbeli ketika anakku sedang menempuh studi. Di tegah masa studi laptopnya eror. Maka dibelilah laptop ini.
Rasanya sudah lama sekali jemari ini tak menyentuh keyboard sekadar menuliskn isi hati. Sekadar menorehkan rasa dan asa yang pernah berkembang di dada. Namun, terasa canggung dan gagu diri in bicara. Bicara dalam bahasa tulis yang seakan membatku mati dan mempat ide. Sampai kapankah hal ini aka berlangsung?
Kalau pernah kubaca banyak penulis yang mengalami writer’s block, mungkin aku adalah salah satu di antaranya. Bedanya, kalau penulis lain seolah segera bangkit dari tidur nyenyaknya, tampaknya diri ini tidak. Apakah penyebabnya? Hingga kini belum terdeteksi penyebabnya.

KISAH PILU

Ada lagi kisah pilu
Saat tim medis mengisahkan
Salah satu anggotanya tak boleh pulang
Bukan karena belum bayar uang bulanan
Melainkan ibu kos yang ketakutan
Ibu kos takut tertular

Akan ke mana dia pulang?
Ke kampung halaman tak diperkenankan
Pulang kosan
Tak diizinkan

Tuhan ketuk hati salah seorang hamba-Nya
Pak Anies Baswedan nan budiman
Sediakan tempat yang nyaman
Semoga dapat menambah nyaman
Para pejuang di garda depan

Dukungan moral perlu kita tunjukkan
Sebatas kemampuan
Jangan hujat mereka yang telah berkorban
Kita hargai jerih payah mereka
Berlumuran darah mereka relakan
demi menolong raga yang lain

Demi Raga yang Lain
Sebuah lagu Eka Gustiwana
Robohkan pertahanan
Membendung air mata

Berikut lirik lagu Eka Gustiwana dan Yessiel Trivena berjudul Demi Raga Yang Lain :
Saat semua menghilang
Kau tetap setia menjaga
kau berkorban tanpa suara demi senyum yang lain
Saat semua tertidur
Kau terjaga sepanjang waktu
Lupakan lelah ragamu demi raga yang lain
Dunia tlah tersenyum
melihat kau bertaruh nyawa
Tak pedulikan yang kau punya
demi raga yang lain
Engkau pahlawan dunia
Tuhan yang kan membalas semua
jerih lelah yang tak ternilai
demi raga yang lain
Walau hampir tiada sudut
Untukmu menghela nafasmu
Teriring doa untukmu
Suara ini untukmu
Dunia tlah tersenyum
melihat kau bertaruh nyawa
Tak pedulikan yang kau punya
demi raga yang lain
Engkau pahlawan dunia
Tuhan yang kan membalas semua
jerih lelah yang tak ternilai
demi raga yang lain
jerih lelah yang tak ternilai
demi raga yang lain

KEBIASAAN BARU: BERJEMUR

Minggu, 29 Maret 2020
Hari ini hari pertama aku berjemur di depan rumah. Melaksanakan instruksi pemerintah dan petugas kesehatan. Berjemur di bawah terik matahari selama sepuluh hingga lima belas menit pada pukul 10.00 hingga 13.00. Tidak berada benar-benar di bawah terik matahari langsung. Aku memposisikan di sisi miring sebuah pohon biar agak terhalang dari sinar matahari. Takut hitam. Hadeh.
Sambil berjemur kubawa Jawa Pos. Ada beberapa berita menarik. Seorang Wagino, si panjahit APD, yang tak menaikkan harga APD buatannya meskipun beraku hukum pasar jika permintaan naik, persediaan menurun otomtis harga akan melambung. Dirinya tak mengikuti hukum pasar. Dia mengikuti hukum kemanusiaan. Yang memerlukan bantuan wajib dibantu oleh yang mampu membantu.
Pas bener dengan instruksi dokter Tirta. Sang dokter nyentrik yang lagi viral. Si anaak tunggal yang lulus cumlaude dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Muda iu pantas mendapat acungan jempol. Si anak muda yang punya kepedulain sosial luar biasa. Kini, dirinya harus beristirahat di rumah sakit Kartika di Pulomas. Bedrest. Semoga segera diberi kesembuhan.
Tulisan Dahlan Iskan pun tak luput dari perhatian. Si penulis buku DI’Way, yang tampaknya belum selesai, itu cukup menggelitik. Beliau bisa mengambil hikmah lockdown. Katanya, kalau merasa bosan di rumah dia ingat astronot. Yang setahun lamanya sendirian di luar angkasa. Ia di dalam sebuah kapsul yang tidak sebesar rumah manusia.
Kini, dirinya tambah ingat satu lagi: Aminarto. Yang kuat puasa mutih 40 hari. Yang tiap hari hanya makan dua potong singkong kukus.
Apalah artinya lockdown dibanding dua contoh itu. Bagi yang membayangkan lockdown itu harus tetap enak, mungkin mimpi hidupnya memang enak:
Waktu kecil bisa dimanja
Waktu muda bisa berfoya-foya
Waktu tua kaya raya
Waktu mati masuk surga
Kembali anganku ke dokter Tirta. Dirinya saat ini dirinya dirawat di sebuah rumah sakit di Pulomas. Kita doakan agar segera diberi kesembuhan. Aamiin3

ANTARA WASWAS DAN WASPADA

Berita di media cetak maupun elektronik serta medsos membuat miris. Diri ini menjadi merenung. Apa yang sebenarnya terjadi? Alam tampak begitu marah kepada penghuninya. Awal tahun kita dihajar banjir. Banjir sedikit mereda merebak virus Cocid-19. Belum lagi, Sabtu siang terdengar Merapi erupsi.
“Ya Allah, apa pula yang akan terjadi nanti?” pikirku dalam hati.
“Jika ini semua terjadi atas dosa-dosa kami, para penghuni bumi, izinkanlah kami memohon ampunan-Mu Ya Rabbi. Jika ini semua Kau kirim sebagai balasan atas kebodohan, kecerobohan, dan kedunguan kami, izinkan kami bermohon dengan kemaharahmanan dan kemaharahiman-Mu, untuk mencabut semua ini. Kami tahu ya Rabbi meski Engkau bisa marah kepada kami, tapi dengan kemahapemaafan-Mu, Engkau yang Maha Berkehendak, bisa melakukan apapun yang Engkau kehendaki. Namun ya Allah, izinkan hamba-Mu yang lemah ini bermohon. Kendalikan bumi kami. Kami masih ingin selalu mengabdi. Jangan biarkan kami mengurung diri di rumah dengan kegersangan diri. Kami butuh pencerahan dari saudara-saudara kami yang Kau beri anugerah untuk memberi pencerahan. Kajian, taushiah, ceramah menyejukkan kini tak ada lagi. Ada lagi yang menyakitkan. Jamaah shalat yang dulunya rapat dan rapi kini perlu direnggangkan. Bukan itu saja, kemarin untuk pertama kalinya jamaah shalat Jumat di masjid perumahan kami diliburkan.
Ingin rasanya diri ini marah sebab Jumatan diliburkan. Ingin rasanya berontak. Akan tetapi, kepada siapa? Takmir sudah cukup berhati-hati. Penentuan libur Jumatan sudah melalui proses demokrasi. Mendengar pendapat sana sini. Mendengar fatwa ulama di negeri ini.
Baru saja, pagi ini, mendengar penuturan seorang perawat yang bersedih mendengar berita pemudik dari ibukota yang jumlahnya ribuan. Beliau waswas jika penularan Covid-19 semakin merebak dan merajalela. Namun, aku pun tak bsa menyalahkan si pemudik. Jika mereka mudik merupakan kebuthan siapa yang bisa dipersalahkan?
Mereka tinggal di ibukota tak punya tempat tinggal tetap. Rumah masih kos atau mengontrak. Pekerjaan tak selau menjanjikan penghasilan. Jika mereka puang ke kampung halaman, ini merupakan salah siapa? Siapa yang harus menaggung mereka di perantauan? Bukanah mereka pulang ke kampung halaman demi mempertahankan kehidupan?
Memang, mereka pulang dengan membawa risiko adalah sebuah kemungkinan. Mungkin saja, mereka sebagai pembawa virus kecil nan amat menakutkan. Tapi, siapa yang bisa melarang mereka?
Belum lagi jika berpikir risiko tim medis yang berada di garda terdepan dalam penaganan korona. Diri ini pun sempat merenung sambil berurai air mata. Bagaimana tidak? Ibunda dari cucuku termasuk salah satu tim medis yang harus dirumahkan dalam beberap hari. Ini sudah istirahat di rumah selama sepekan. Masih perlu diobservasi untuk sepekan ke depan.
Info yang kuterima hari kemarin, masih perlu berkonsultasi dengan dokter paru. Dan tahapan yang masih perlu dijalani. Swap yang perlu dijadwalkan. Terselip doa di sana. Semoga ada manfaat meski sedikit, apa yang dia laukukan demi negeri ini. Semoga apa yang dialkukan dianggap sebagai sebuah kebaikan. Meski yang dilakukan membawa risiko bagi dirinya.   

BELAJAR MENJADI BLOGGER

Hari ini merupakan hari yang cukup bersejarah. Ingin menjadi blogger. Meski agak telat, harus semangat belajar.

Beajar pada Pak Brian. Tapi, geli sendiri. Kasihan, beliau harus ngajari diriku yang tertatih-tatih. Semoga menjadi amal baik beliau.