Minggu, 29 Maret 2020

ANTARA WASWAS DAN WASPADA

Berita di media cetak maupun elektronik serta medsos membuat miris. Diri ini menjadi merenung. Apa yang sebenarnya terjadi? Alam tampak begitu marah kepada penghuninya. Awal tahun kita dihajar banjir. Banjir sedikit mereda merebak virus Cocid-19. Belum lagi, Sabtu siang terdengar Merapi erupsi.
“Ya Allah, apa pula yang akan terjadi nanti?” pikirku dalam hati.
“Jika ini semua terjadi atas dosa-dosa kami, para penghuni bumi, izinkanlah kami memohon ampunan-Mu Ya Rabbi. Jika ini semua Kau kirim sebagai balasan atas kebodohan, kecerobohan, dan kedunguan kami, izinkan kami bermohon dengan kemaharahmanan dan kemaharahiman-Mu, untuk mencabut semua ini. Kami tahu ya Rabbi meski Engkau bisa marah kepada kami, tapi dengan kemahapemaafan-Mu, Engkau yang Maha Berkehendak, bisa melakukan apapun yang Engkau kehendaki. Namun ya Allah, izinkan hamba-Mu yang lemah ini bermohon. Kendalikan bumi kami. Kami masih ingin selalu mengabdi. Jangan biarkan kami mengurung diri di rumah dengan kegersangan diri. Kami butuh pencerahan dari saudara-saudara kami yang Kau beri anugerah untuk memberi pencerahan. Kajian, taushiah, ceramah menyejukkan kini tak ada lagi. Ada lagi yang menyakitkan. Jamaah shalat yang dulunya rapat dan rapi kini perlu direnggangkan. Bukan itu saja, kemarin untuk pertama kalinya jamaah shalat Jumat di masjid perumahan kami diliburkan.
Ingin rasanya diri ini marah sebab Jumatan diliburkan. Ingin rasanya berontak. Akan tetapi, kepada siapa? Takmir sudah cukup berhati-hati. Penentuan libur Jumatan sudah melalui proses demokrasi. Mendengar pendapat sana sini. Mendengar fatwa ulama di negeri ini.
Baru saja, pagi ini, mendengar penuturan seorang perawat yang bersedih mendengar berita pemudik dari ibukota yang jumlahnya ribuan. Beliau waswas jika penularan Covid-19 semakin merebak dan merajalela. Namun, aku pun tak bsa menyalahkan si pemudik. Jika mereka mudik merupakan kebuthan siapa yang bisa dipersalahkan?
Mereka tinggal di ibukota tak punya tempat tinggal tetap. Rumah masih kos atau mengontrak. Pekerjaan tak selau menjanjikan penghasilan. Jika mereka puang ke kampung halaman, ini merupakan salah siapa? Siapa yang harus menaggung mereka di perantauan? Bukanah mereka pulang ke kampung halaman demi mempertahankan kehidupan?
Memang, mereka pulang dengan membawa risiko adalah sebuah kemungkinan. Mungkin saja, mereka sebagai pembawa virus kecil nan amat menakutkan. Tapi, siapa yang bisa melarang mereka?
Belum lagi jika berpikir risiko tim medis yang berada di garda terdepan dalam penaganan korona. Diri ini pun sempat merenung sambil berurai air mata. Bagaimana tidak? Ibunda dari cucuku termasuk salah satu tim medis yang harus dirumahkan dalam beberap hari. Ini sudah istirahat di rumah selama sepekan. Masih perlu diobservasi untuk sepekan ke depan.
Info yang kuterima hari kemarin, masih perlu berkonsultasi dengan dokter paru. Dan tahapan yang masih perlu dijalani. Swap yang perlu dijadwalkan. Terselip doa di sana. Semoga ada manfaat meski sedikit, apa yang dia laukukan demi negeri ini. Semoga apa yang dialkukan dianggap sebagai sebuah kebaikan. Meski yang dilakukan membawa risiko bagi dirinya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar