Kamis, 06 November 2025

BELAJAR DARI KESALAHAN PARENTING MASA LALU


 

Disarikan dari Video Ceramah Ust. Salim A. Fillah

Menjadi orang tua taka da sekolahnya. Menjadi ayah dan ibu itu berat tapi tak ada sekolahnya. Hendaknya kita tak henti belajar. Ada yang sudah tepat memberi bekal kepada anaknya, ada yang belum tepat. Kita digital migran, anak-anak kita digital native.

Anak-anak kita menghadapi zaman yang berbeda dengan zaman kita. Bagi kita, HP yang dibuka pertama manual book. Anak-anak pegang HP langsung bisa operasikan. Kita termasuk digital migran, anak-anak kita digital native. Dari analog. Hubungan pensil 2B dengan kaset, untuk muter forward dan rewind. Asli disket 144 MB. Bapak ngasih anaknya disket, anak sekarang tak mengenalnya. Dunia berubah, anak-anak kita berbeda dengan kita.

            Era dulu, asalkan skill bagus bidang tertentu, masa depan bagus. Sekarag belum tentu. Tahun 90-an ada iklan Elma Theana, Xonceenya mana? Sebagai penjaga pintu toll, kini toll taka da penjaganya. Ada pekerjaan yang punah. Sekarang dosen minimal S2, harus linier. Kepala sekolah banyak yang bergelar doktor. Dulu pendidikan berharga kini tidak lagi. Tahun 70-an 80-an jadi dokter dijamin kaya raya. Kini dunia telah berubah.

Kini, ada scanner seperti alat pemeriksa di bandara, pencet keluar hasil (semacam hasil laboratorium). Pencet kedua keluar treatmen. Dokter mau ngapain? Operasi kelak mungkin tidak dilakukan dokter, melainkan robot. Sekarang kalau perlu ilmu banyak yang cari di google, Wikipedia, atau perpustakaan dunia maya.

            Dokter, minimal dokter spesialis. Pasien datang sudah punya bahan untuk mendebat dokter yang didapat dari google. Berubahlah dunia. Orang perlu ilmu cari di google, Wikipedia, perpustakaan dunia maya.

            Toko buku besar tertinggi di dunia tak punya lapak. Namnya amazon. Apel belum digigit (apel sungguhan) per kilogram 30 ribu, setelah digigit menjadi 12 juta.

QS An Nisaa’: 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Obat takut meninggalkan anak-anak yang lemah adalah: taqwa dan mengucapkan perkataan yang lurus.

Belajar Kesalahan Parenting Masa Lalu.

Ada yang beranggapan bahwa QS An Nisaa’ yang membahas tentang waris. Meninggalkan anak cucu warisan banyak? Bukan itu masalahnya. Allah menyisipkan: berapa banyak hartanya tak akan cukup. Akan terus khawatir kalau hanya mewariskan harta. Tak akan pernah cukup. Contoh ekstrem; Al Walid bin Abdul Walis. Masing-masing anak mendapat watisan ternak, sawah ladang, uang cash masing-masing anak 40 juta dinar. Satu dinar setara harga 4,25 gr emas 22 karat. Kira-kira 2,5 juta dinar = 100 triliun lebih

Walid meninggal digantikan adiknya. Beliau meinnggal digantikan Umar bin Abdul Aziz yang pada zamannya tak ada orang yang mau menerima zakat. Ketika meninggal warisan anak-anaknya mendapat satu orang; 8 dirham = 560.000 rupiah. Sampaia da yang menegur jangan tega-tega sama anak.

Sudahlah saya titipkan kepada yang lebih kaya dari semua orang (Allah). Dua puluh tahun kemudian Bani Umayyah tumbang. Anak-anak Umar bin Abdul Aziz menjadi pembayar zakat terbesar. Selama kekayaan masih bisa dihitung dengan uang, belum kaya.

Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi tangguh bukan dengan cara kita berfokus kepada mereka, tetapi berfokus pada diri kita. Anak shalih lahir dari doa-doa orang tua yang shalih shalihah. Menjadi kekeliruan, jika kita ingin anak kita seperti Imam Syafi’i, dll. Hafal quran yang tahu letak ayat seperti Adi Hidayat. Seperti apa orang tua mereka? Jika kita ingin anak kita seperti apa, fokus pertama kepada diri kita sendiri.

Takwa = hati-hati. Berasal dari diskusi Umar bin Khaththab dengan Ubay bin Kaab.

Apa taqwa? Berjalan di satu tempat yang remang-remang, banyak duri dan onak. Aku berhati-hati. Itulah taqwa. Hidup dengan kehati-hatian. Karena Allah senantiasa mengawasi, kita punya janji kehambaan. Perlu mujahadah, istiqomah dalam ketaatan. Sabar terhadap musibah, Bersama orang-orang shalih.

Salah satu kehati-hatian adalah bagaimana kita jaga keluarga dari asupan yang haram. Nabi sangat lembut dalam memperkenalkan ibadah kepada anak-anak tapi sangat tegas dalam urusan haram halal.

Ada fikih shalat sambil gendong anak. Rasulullah pernah sedang sujud dinaiki Hasan dijadikan kuda-kudaan. Sampai ada yang berpikir yang tidak-tidak. Jangan-jangan Rasulullah wafat. Setelah selesai shalat memohon maaf kepada jamaah. Kadang kita kebalik.

Suatu Ketika Hasan merangkak-rangkak di rumah Rasulullah. Hasan menemukan sebutir kurma lalu dimasukkan ke mulut. Rasulullah segera mengambil, menggendong, “Keluarkan Nak”, mulut dibuka lalu keluarkan.

Nak, tidak tahukah engkau bahwa keluarga kita dilarang memakan zakat. Terkadang ada anak 11 tahun belum shalat dengan tekun. Sudahkah diperkenalkan shalat? Sudah. Mungkin waktu kecil gangguin ibu shalat, dimarahin. Ibunya katakana Shalat diganggu itu dosa, terus dicubit. Titik kritisnya di sini. Anak trauma shalat. Anak tak mau shalat. Ketika shalat memarahi, memelototi anak. Rasulullah dinaiki punggungnya saja ditunggu.

Rasulullah menanamkan kesan yang baik tentang ibadah kepada anak. Soal halal haram ditegur keras. Di mall kadang barang belum tentu halal yang diminta anak kita belikan. Intoleran barang haram. Barang yang dipegang terus dimasukkan ke mulut Hasan halal, tetapi keluarga Nabi tidak halal.

Kadang kita tak tegas yang seharusnya tegas. Hasan mendapat julukan assajad yang berarti yang banyak sujudnya. Bisa jadi karena kenangan manis waktu Rasulullah sujud. Hati-hati dari diri kita, taqwa dari diri kita. Anak kita peniru yang sempurna yang kita lakukan.

Anak lebih percaya apa yang dilihat daripada yang didengar. Yang dilakukan mama baik karena mamanya orang baik. Ukuran anak adalah kita. Beratnya punya anak di situ, kita menjadi standar.

Berbuat dan berbicaralah sehati-hati mungkin. Rabbana hablanaa… jangan putus berdoa kepada Allah. Yang menyambungkan kita dengan anak kita adalah doa. Doa tak ada yang mubadzir atau sia-sia. Di dalam Alquran ada orang shalih, Nabi Ya’kub anaknya 12 orang, yang nakal 10, yang satu shalih hilang.

Apa yang kau sembah setelah aku tiada?

Dan aku mengikut agama bapak-bapakku yaitu Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri (Nya).

 Ya’kub tersenyum lebar Ketika anak keturunannya dapat istiqomah mengikuti agama bapak-bapaknya yaitu Ibrahim, Ishak, dan Ya’kub.

Nabi Ya’kub hanya mengadukan kesusahan, masalah kepada Allah. Ya’kub tak berdakwah, tetapi menjadi nabi. Amal kenabiannya adalah mengadukan semua kesusahan kepada Allah. Doa jangan putus. Anak kita bukannya tidak shalih, mungkin hanya belum shalih.

Ada anak yang ketika bapak ibunya masih hidup, tidak shalih. Setelah orang tuanya meninggal malah menjadi shalih. Terhadap anak, kadang kita selalu gak tega nolak. Ada sesorang yang shalih karena ke luar negeri. Sejak di Luar Negeri dapat hidayah, menjadi pengurus masjid, jalan hidayah itu tak ada yang tahu.

Koreksi: Hendaklah kita mengucapkan perkataan yang lurus. Ini tidak mudah. Misal kita masih makan bubur dan sari buah kepada anak. Si anak suka sari buah dan tidak suka bubur. Sendok dimampirkan sari buah. Aakkkk, minum-minum, padahal yang kita suapkan bubur. Ini menghalalkan segala cara. Tujuan: bisa makan menghalalkan segala cara dengan menipu.

Ada anak yang makan sebelum lapar. Nge-game, disuapi. Makan tak sadar. Mangap gak sadar. Tumbuh dewasa tak mengenal rasa lapar. Makan kalau lapar, berhenti sebelum kenyang.

“ Nak, makan … gak mau … oke.”

Siangnya, “Abah … perut sakit. Mau makan?” Jadi tidak pilih-pilih lauk. Aku laper perlu makan, tak pernah nipu agar anak makan. Tahu makan untuk hidup, bukan makan untuk hidup.

Mau pergi, gak bisa ngajak anak, dipegangkan ibu, penyelimuran anak disuruh lihat cicak. Ini cara yang kurang bijak.

Anak belajar hal penting: ooo gitu caranya. Kadang kita mengajarkan hal sangat fatal. Mestinya kita kalua pergi, pamit baik-baik. Kejer gak apa-apa.

Kalau mau pergi didoakan di ubun-ubun. Sehari didoakan tiga kali. Kalau mau pergi 3 hari, didoakan 9x. Kalau diajak tidak ditawari, di pengajian ramai. Ibuku sewenang-wenang dan galak. Akan berangkat ditawari. Ikut? Tiga jam, tak boleh minta-minta pulang. Di acara melanggar, boleh menegur. Tak ada penawaran, kita marah, kesannya ibu kejam dan galak. Tegas dan galak batasnya kesepakatan ada atau tidak.

Hati-hati bicara sama anak. Kadang nak lari-lari, kita katakana, “Jangan lari-lari, nanti jatuh. Indonesia tak pernah masuk piala dunia. Membatalkan proses yang sangat penting bagi anak. Anak jatuh, dimarahi, kalau diulang-ulang menjadi anak tak berani ambil risiko. Menjadi pemimpin yang tak berani bikin terobosan.

Blaming others, kalau gedhe dia tak opimal berusaha. Waktu jatuh, dia bilang habis batunya nakal. Pelajaran tak berhasil, gurunya killer. Matematika = makin tekun makin tidak karuan. Karena belajar dari orang tuanya.

Jatuh, “cuma kayak gitu jangan nangis”. Menimbulkan ketidakpekaan. Ada orang menderita cuma kayak gitu. Gak sakit. Orang Palestina dijajah gak peduli.  Ibunya sakit menangis malah ditegur. Dah, malu ah, sudah tua kok nangis.

Anak jatuh, kalau tak perlu dikomentari. Kalau nangis tak perlu ngomong. Selamat, tadi larinya cepet. Sakit? Iya.

Anak manjat, jangan bilang nanti jatuh. Hebat sudah sampe manjat di atas. Coba turun. Perempuan, manjat pohon tsb.

Kadang spontan kita menegur. Maksudnya baik, kadang kita menyampaikan sesuatu yang tidak ada dalilnya.  Misal, anak shalih di surga, anak nakal di neraka. Tak ada dalil. Kadang supaya anak nurut pinjem-pinjem nama Allah. Bisa jadi anak menganggap Allah Maha tidak suka.

Piring pecah, kita mengomentari pecahnya piring? Kadang-kadang kita tak sadar salah menempatkan. Maasyaallah berusaha membawa piring ke tempat cuci piring. Yuk, kita bersihkan bareng-bareng.

Anak sama-sama susah dibangunkan makan, sama-sama suka susu. Tapi cara menyikapinya bisa berbeda-beda.

Ada yang begini. “Nak, bangun kalau bangun ibu buatkankan susu hangat yang enak” (mengajarkan pamrih).

“Nak, bangun, sudah dibuatkan susu hangat yang enak.” (mengajarkan ketulusan).

Muji anak boleh, tetapi kembalikan kepada Allah. Maasyaallah Rek, gantengnya anakku. Sering-seringlah memuji. Masyaallah Nak, Umi seneng bisa mencuci piring sendiri. Masyaallah Nak, bangun pagi. Umi bangga. Effort-effort kita puji. Dia akan mengulang-mengulang. Memeluk, mencium, bermain bersama. Prosotan, jungkat-jungkit,

5 kurikulum yang perlu ditanamkan kepada anak

1.     Tauhid (tanamkan tauhid dengan segala yang memungkinkan)

2.     Pengawasan Allah (muraqabatullah)

3.     Ibadah

4.     Akhlak: jujur, tawadhu’

5.     Adab (etika dan etiket)


2 komentar: