Makamhaji, 29 Oktober 2025
Ketika
menuliskan hal ini harus ada satu dua titik air yang luruh. Membayangkan
suasana yang tak lama lagi harus kujalani. Menjalani hari-hari tanpa rutinitas
yang terbentuk berpuluh tahun. Bangun pagi, mengadu pada Sang Ilahi Rabbi,
menyiapkan saran pagi, dan menjalani rutinitas pagi dengan sepenuh hati.
Dalam hitungan bulan atau hari, rutinitas akan berubah.
Tak ada aktivitas pagi-pagi menyambut dan menyapa para siswa di pagi hari
dengan penuh energi. Memupuk asa dan harap agar masa depan mereka terbentuk
dengan apik. Membersamai aktivitas di kelas dengan hati berseri.
Semula,
berharap setelah masa bakti berakhir bisa mengunjungi anak yang barangkali
harus dibantu karena aktivitas karier yang melejit. Menemani cucu mengukir hari
yang sementara ditinggalkan orang tua tuk mengais rejeki. Bahkan, jika
diperlukan mengambil cuti dengan dalih menemani cucu yang orang tuanya berdinas
dalam menambah rejeki.
Kini harapan
itu serasa ruangan nan sepi. Belum terbayang apa yang berikutnya akan terjadi.
Kehadiran belum tentu sesuatu yang diharap. Penemanan belum tentu suatu pemenuhan asa.
Apa yang
mejadi asa dan harap pun kini terasa gamang. Aktivitas apa yang akan kujalani
setelah purna nanti juga masih belum teraba secara jelas. Asa dan harap yang
kurancang dari muda, hingga dewasa, bahkan di masa tua masih remang-remang.
Semoga,
apapun yang kan kujalani selalu menggapai ridlo Ilahi Rabbi. Ya Rabb, kami
mohon lindungi hati kami dari sakitnya hati. Yaa Rabb, kami mohon anugerahilah
keberkahan sepanjang hidup kami. Berikan jejak dan manfaat dari hidup kami.
Aamiin3
Doa yang
selalu kupanjatkan
Rabbanaa
hablanaa min azwaajinaa wadzurriyyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lilmutaqiian
imaama semoga menjadi
realita.
Doa untuk
orang tua yang semoga tak pernah terlupa
Rabbighfirlii
waliwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayyanii shagiira semoga dikabulkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar