Selasa, 02 Desember 2025

SEMINGGU BERSAMA IBU TERCINTA

 

Air mata ini terus tergulir saat mengenang masa-masa indah bersama ibu tercinta. Ya, hanya seminggu membersamai beliau di rumah tinggal ini. Beliau sudah merasa kerasan saat harus dipulangkan dengan penuh tanda tanya. Adakah peristiwa ini menyisakan kecewa bagi dirinya? Diri ini hanya bisa merawat dalam waktu sepekan. Itu pun harus minta tolong seseorang untuk menjaga dan membersamainya.

            Meski hanya sepekan bersama beliau di rumah ini, kini kebersamaan itu terasa amat merindukan. Meski minta tolong seseorang untuk menjaganya, sebelum keberangkatan sekolah pagi hari telah kusiapkan masakan untuk sarapan pagi. Betapa bahagia saat itu bisa siapkan keperluan pagi hari meski harus bangun teramat pagi. Ada rasa bangga saat bisa membaktikan diri ini kepadanya.

            Pulang sekolah bisa menanyakan kabar, bercengkerama, dan makan bersama. Sesekali naik brio bersama beliau dan pengasuh menjadi pengalaman tak terlupa. Benar-benar pengalaman berkesan saat mengantarkan beliau untuk jalan-jalan. Dari raut wajah tergambar jelas beliau sangat bangga di samping driver yang tak lain adalah anaknya.

Di masa menjelang purnatugas, diri ini harus melakukan refleksi. Mengapa anak-anak yang seharusnya memberi perhatian kepada ibunya seolah mereka tak ada waktu lagi? Sekadar memberikan doa saat diri ini berangkat dan berada di rumah sakit pun seolah sebuah keterpaksaan yang menyita waktu kerjanya.

Aku tak menyalahkan mereka. Aku harus memakluminya. Barangkali aku kurang bisa mendidik mereka. Atau bahkan karma yang berlaku untuk diri ini karena kurang memperhatikan orang tua dulunya.

Jika lakukan refleksi, barangkali perhatianku pada orang tuaku relatif kurang. Belum pernah menjaga dalam waktu panjang. Meski diri ini berusaha setiap pekan pulang untuk menjenguk meski baru saja pulang dari rumah sakit. Namun, jika hal itu menjadikan saudaraku yang menjaga orang tuaku dirasa kurang, barangkali itu menjadi penyebab dosa bagi diriku.

Hari-hari ini harus kupenuhi dengan banyak-banyak beristighfar dan berefleksi diri. Aku tak perlu menyalahkan orang lain yang serasa kurang memperhatikan diriku. Barangkali ini tersebab diriku yang kurang memperhatikan mereka. Barangkali aku kurang memperhatikan kebutuhan anak-anakku semasa mereka kecil, kanak-kanak hingga dewasa.

Mereka merasa aku kurang memperhatikan mereka sebagaimana ibu-ibu yang lain. Yang bisa menuruti kesenangannyaa, mengajak jalan-jalan, makan yang enak-enak yang mereka inginkan. Mungkin aku terlalu berhemat untuk ukuran mereka. Barangkali karena berasal dari keluarga amat sederhana yang menyebabkan diriku berlaku demikian. Tapi bukan berarti aku menyalahkan kondisi orang tua dan cara didik mereka. Aku salut dan bangga terhadap orang tua. Dalam kebersahajaan berhasil mengantarkan keenam anaknya menjadi orang. Aku merasa tidak sebanding dengan keberhasilan orang tua. Meski beliau tak berpendidikan, namun berhasil mengantarkan keenam anaknya sukses dalam pendidikan dan berkarya.

Jika beliau masih ada, pasti diri ini akan sowan kepadanya. Memohon doa restu, memohon maaf atas semua kesalahan. Memohon resep bagaimana mendidik anak yang seharusnya. Aku “iri” pada keberhasilan beliau berdua. Doa indah untuknya semoga tak pernah terlupa dari bibir dan lubuk hati yang paling dalam. Doa agar beliau dimaafkan semua kesalahan dan doa agar beliau dikasihi Sang Pencipta sebagaimana beliau mengasihiku di kala aku masih kecil dahulu.

Barangkali aku bukan tipe ibu ideal yang diinginkan anak-anakku. Aku hanyalah seorang ibu yang mencontoh ibu dari desa yang kurang pengalaman. Seorang ibu yang belum mengenyam dunia pendidikan, apalagi mengikuti perkembangan masa kini. Meski begitu, aku selalu bangga dan bersyukur memiliki ibuku.

Aku hanyalah seorang ibu yang menerapkan didikan dengan pola tradisional. Seorang ibu yang berharap anak-anaknya menjadi insan yang berhasil, bahagia dan sukses dunia akhirat. Seorang ibu yang inginnya menerapkan pola asuh agama menjadi yang utama. Bukan seorang ibu yang bisa mengikuti perkembangan zaman dengan kemewahan.

Aku pengin menjadi seorang ibu yang anak keturunan bisa memberi perhatian. Akankah harap itu akan menjadi jika kenyataan jika mereka menganggap aku kurang perhatian kepada mereka?

 

                                                            Makamhaji, 30 Oktober 2025

                                                            Ditulis sepulang jama’ah asar di MBQ

                                                            Dengan linangan air mata

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar