Air mata ini terus tergulir
saat mengenang masa-masa indah bersama ibu tercinta. Ya, hanya seminggu
membersamai beliau di rumah tinggal ini. Beliau sudah merasa kerasan saat harus
dipulangkan dengan penuh tanda tanya. Adakah peristiwa ini menyisakan kecewa
bagi dirinya? Diri ini hanya bisa merawat dalam waktu sepekan. Itu pun harus
minta tolong seseorang untuk menjaga dan membersamainya.
Meski hanya sepekan bersama beliau di rumah ini, kini
kebersamaan itu terasa amat merindukan. Meski minta tolong seseorang untuk
menjaganya, sebelum keberangkatan sekolah pagi hari telah kusiapkan masakan
untuk sarapan pagi. Betapa bahagia saat itu bisa siapkan keperluan pagi hari
meski harus bangun teramat pagi. Ada rasa bangga saat bisa membaktikan diri ini
kepadanya.
Pulang sekolah bisa menanyakan kabar, bercengkerama, dan
makan bersama. Sesekali naik brio bersama beliau dan pengasuh menjadi
pengalaman tak terlupa. Benar-benar pengalaman berkesan saat mengantarkan
beliau untuk jalan-jalan. Dari raut wajah tergambar jelas beliau sangat bangga
di samping driver yang tak lain adalah anaknya.
Di masa
menjelang purnatugas, diri ini harus melakukan refleksi. Mengapa anak-anak yang
seharusnya memberi perhatian kepada ibunya seolah mereka tak ada waktu lagi?
Sekadar memberikan doa saat diri ini berangkat dan berada di rumah sakit pun
seolah sebuah keterpaksaan yang menyita waktu kerjanya.
Aku tak
menyalahkan mereka. Aku harus memakluminya. Barangkali aku kurang bisa mendidik
mereka. Atau bahkan karma yang berlaku untuk diri ini karena kurang
memperhatikan orang tua dulunya.
Jika lakukan
refleksi, barangkali perhatianku pada orang tuaku relatif kurang. Belum pernah
menjaga dalam waktu panjang. Meski diri ini berusaha setiap pekan pulang untuk
menjenguk meski baru saja pulang dari rumah sakit. Namun, jika hal itu
menjadikan saudaraku yang menjaga orang tuaku dirasa kurang, barangkali itu menjadi
penyebab dosa bagi diriku.
Hari-hari ini
harus kupenuhi dengan banyak-banyak beristighfar dan berefleksi diri. Aku tak
perlu menyalahkan orang lain yang serasa kurang memperhatikan diriku.
Barangkali ini tersebab diriku yang kurang memperhatikan mereka. Barangkali aku
kurang memperhatikan kebutuhan anak-anakku semasa mereka kecil, kanak-kanak
hingga dewasa.
Mereka merasa
aku kurang memperhatikan mereka sebagaimana ibu-ibu yang lain. Yang bisa
menuruti kesenangannyaa, mengajak jalan-jalan, makan yang enak-enak yang mereka
inginkan. Mungkin aku terlalu berhemat untuk ukuran mereka. Barangkali karena
berasal dari keluarga amat sederhana yang menyebabkan diriku berlaku demikian.
Tapi bukan berarti aku menyalahkan kondisi orang tua dan cara didik mereka. Aku
salut dan bangga terhadap orang tua. Dalam kebersahajaan berhasil mengantarkan
keenam anaknya menjadi orang. Aku merasa tidak sebanding dengan keberhasilan
orang tua. Meski beliau tak berpendidikan, namun berhasil mengantarkan keenam
anaknya sukses dalam pendidikan dan berkarya.
Jika beliau
masih ada, pasti diri ini akan sowan kepadanya. Memohon doa restu, memohon maaf
atas semua kesalahan. Memohon resep bagaimana mendidik anak yang seharusnya.
Aku “iri” pada keberhasilan beliau berdua. Doa indah untuknya semoga tak pernah
terlupa dari bibir dan lubuk hati yang paling dalam. Doa agar beliau dimaafkan
semua kesalahan dan doa agar beliau dikasihi Sang Pencipta sebagaimana beliau
mengasihiku di kala aku masih kecil dahulu.
Barangkali
aku bukan tipe ibu ideal yang diinginkan anak-anakku. Aku hanyalah seorang ibu
yang mencontoh ibu dari desa yang kurang pengalaman. Seorang ibu yang belum
mengenyam dunia pendidikan, apalagi mengikuti perkembangan masa kini. Meski
begitu, aku selalu bangga dan bersyukur memiliki ibuku.
Aku hanyalah
seorang ibu yang menerapkan didikan dengan pola tradisional. Seorang ibu yang
berharap anak-anaknya menjadi insan yang berhasil, bahagia dan sukses dunia
akhirat. Seorang ibu yang inginnya menerapkan pola asuh agama menjadi yang
utama. Bukan seorang ibu yang bisa mengikuti perkembangan zaman dengan
kemewahan.
Aku pengin
menjadi seorang ibu yang anak keturunan bisa memberi perhatian. Akankah harap
itu akan menjadi jika kenyataan jika mereka menganggap aku kurang perhatian
kepada mereka?
Makamhaji,
30 Oktober 2025
Ditulis
sepulang jama’ah asar di MBQ
Dengan
linangan air mata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar