Senang rasanya membaca
tulisan kawan-kawan nan indah memesona. Sementara diri ini masih harus
refleksi. Apakah yang bisa kuabdikan untuk negeri ini? Belum ada karya yang
berarti. Duh, kenapa diri ini jadi begini? Belum hasilkan karya yang berarti.
Pagi ini baca tulisan
sang kawan tentang Turki, tentang kiprahnya dalam menulis dan keberhasilan kawa-kawa
lain. Jadi teringat sebuah foto yang dikirim dari Turki saat sang buah hati
backpacker atau traveling ke sana. Tanggal 14 Januari 2015 dia mengirimkan
fotonya. Serasa berada di sampingnya seperti saat-saat sebelumnya saat berada
di rumah dan bercengkerama bersama.
“Napak tilas tanah
kelahiran bapak,” katanya waktu itu.
“Kok, napak tilas, Mas?”
tanyaku. Argumennya ternyata berasal dari seloroh kawan-kawan bapaknya bahwa
“bapak” nya orang Turki. Perasaan sang bunda, dia tak bersuamikan orang Turki.
Suaminya adalah pribumi asli yang tak bisa berbahasa Turki. Bisanya bahasa
Indonesia dan Jawa. Sedikit bahasa Inggris dan sangat sedikit bahasa Arab.
Usut punya usut, ternyata
yang dimaksud adalah Turki = turunan Gunung Kidul alias wong
Gunung Kidul. Owalahhhh.
#Day6AISEIChallenge
#100katabercerita
#30hariAISEIbercerita #AISEIWritingChallenge
#warisanAISEI #pendidikanbercerita
😄twistnya keren
BalasHapusTerima kasih
HapusWeleh weleh ... Orang Turki ternyata.
BalasHapusBagus sekali.
Mbak e.. duh inspiratif pisan loh. Great!
BalasHapusKeren Bu... Tetap semangat
BalasHapus