Bersyukur rasanya bisa mengikuti kegiatan Dikdar GUMUN. Kadang terasa megap-megap
karena dalam waktu yang bersamaan mengikuti kegiatan lain yang sifatnya daring.
Tugas kadang datang secara bersamaan dan semuanya harus selesai pada waktunya.
Nah, di sinilah seninya. Ada rasa suka dan suka ketika mengikuti kegiatan
bersama. Semuanya tanpa tatap muka. Semuanya berlangsung di dunia maya. Serasa hidup
di dunia maya. Walah, lebay.
Pengin tahu sukanya? Sahabat bertambah dari waktu ke waktu. Kami seperti
saudara sendiri yang selalu bertegur sapa dalam suka dan duka. Di rumah seorang
diri pun tak merasa sepi. Selalu ada sahabat menemani. Ilmu baru pun satu-satu
masuk saku. Ada duka? HP lemot adalah salah satu risikonya. Bertambahnya grup
WA hingga berpuluh grup tentu memerlukan ruang yang cukup. Itu sebabnya harus
meng-upgrade HP.
Tugas kelompok untuk presentasi via FCC (Free Conference Call) menimbulkan
keunikan tersendiri. Keluhanku kenapa tak gunakan zoom yang sudah familiar di
kalangan guru terjawab sudah. Ternyata FCC bisa menampung partisipan hingga
ribuan orang. Tentu, pilihan para pengguna telah mempertimbangkan berbagai hal.
Saat latihan membuka room kecil ada kesulitan yang belum menemukan
solusi justru menjadi bagian tersendiri yang menggelikan. Belajar bersama orang-orang
yang belum bisa membuat tertawa bersama. Namun, akhirnya bisa menemukan
solusinya. Ada Mbak Hana dan bak Heni di grup kecil ini. Kami tertawa bersama
dan geli sendiri.
Video-video tutorial kiriman narasumber harus dicermati satu per satu.
Semua harus dicoba dan dipraktikkan. Ada pembuatan presensi via Zoho, pembuatan
flyer, pembuatan media dengan aplikasi SAC (smart Apps Creator), rekap
presensi, rekam layar presentasi, memasukkan tugas ke kantung tugas dan
mengunggah video ke youtube membawa kebahagiaan tersendiri di balik terengahnya
melaksanakan tugas tersebut sebelum deadline.
Mengapa sampai tere ngah-engah?
Bukan salah panitia. Namun salah diriku sendiri selaku peserta. Dalam waktu
bersamaan ikut Diklat Daring PPPPTK, Belajar Menulis Bersama Omjay, Belajar
Menulis Bersama OmBud, Sekolah Menulis Bersama Mas Akbar, AISEI, PembaTIK, dan
kegiatan lain yang hanya sempat mendaftar tanpa bisa mengikuti kegiatannya.
Muncul sebuah tanya, “Adakah diriku termasuk serakah?” Dengan menundukkan kepala
dan menitik air mata terlafazkan istighfar. Jangan-jangan ini merupakan suatu
kesalahan. Namun, kukembalikan kepada-Nya dan berharap Beliau berkenan mengampuninya.
Inilah hikmah pandemi dalam diri. Merasa tak bisa memfasilitasi diri kepada
para siswa secara maksimal, harus mencari ke sana ke mari agar dapat sepenuh
hati memfasilitasi.
Ini juga hikmah dari kesadaran bahwa diri ini masuk Generasi X yang konon
berbeda dengan generasi milenial yang melek IT. Generasi X disinyalir rata-rata
gaptek (dan ini kuakui) hingga akhirnya mewajibkan diri untuk dapat belajar
hingga tak tertinggal terlalu jauh dari generasi milenial. Untuk menyamai
mungkin agak sulit. Prinsip diri sederhana. Kalaupun tertinggal, jangan terlalu
jauh lah.
Belum lagi tuntas kegiatan Dikdar GUMUN, tanggal 8 dan 9 harus ikut
membantu penyelenggaran Diklat Kurikulum yang dibidani oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten. Tugas yang bertumpuk dan bisa terselesaikan merupakan kebahagiaan
yang indah. Meski badan penat, ada ruang agak longgar di dada.
Setelah kegiatan yang kuikuti satu-satu melewati batas waktu, legalah
diri ini. Penutupan kegiatan Dikdar GUMUN semalam menambah lega diri. Ada rasa
khawatir jika diri ini tidak lulus. Pasrah dan tawakkal saja lulus atau tidak.
Alhamdulillah, akhirnya diri ini dan kawan-kawan lulus meski belum amat baik.
Terima kasih Pak Waho, terima kasih Pak Tirto Suwondo, Pak Aries Afandri, bapak
ibu dan kawan-kawan semua. Semoga ilmu yang kita gali dan Bapak Ibu beri
bermanfaat dan barakah. Aamiin3.
wah terima kasih sharingnya Bu.. semangat menulis
BalasHapusSama-sama Mas
HapusMantapppp
BalasHapus