Materi :
Cerita Pendek tidak Penting (Cerpenting)
Waktu :
Kamis, 4 Juni 2020
Narsum :
Om Budiman Hakim
Malam ini Om Budiman
Hakim akan membawakan materi yang bikin addict semua peserta The Writers. Apa
itu? Judulnya "Cerpenting!" Seperti biasa, kalo teman-teman sudah ada
pertanyaan walau belum saatnya sesi Tanya Jawab, tulis saja langsung ke WA saya
di 087778031272:
Kemaren malam kita sudah
belajar mendalami Creative Attitude. Kita sudah belajar bagaimana menulis komen
di postingan orang lain. Kita udah belajar menulis caption di aplikasi
Instagram sebagai sarana latihan menulis yang menyenangkan. Malam ini kita akan
lanjut dengan membuat cerita. Ati2…malam ini ada PR, loh.
Hehehehe…RASAIN!!!
Sebelum kita mulai
membuat cerita, kita harus punya pemahaman yang sama dulu, yaitu: Cerita yang
bagus adalah cerita yang MENGGUGAH EMOSI. Apa sih yang dimaksud dengan
menggugah emosi? Begini....
Kalo kita menulis cerita
humor dan pembaca sampe ketawa terpingkal-pingkal, berarti cerita kita sukses. Kalo
kita bikin cerita drama tragedi sampe membuat pembaca berurai air mata, artinya
cerita kita berhasil. Pokoknya asal cerita kita mampu menggerakkan emosi
pembaca, misalnya sedih, ketawa, marah, kagum, kesel dll...dll maka kita boleh
menepuk dada bahwa tulisan kita sudah keren. Tapi dengan catatan bahwa
perubahan emosi tersebut harus dalam konteks positif.
Cerita yang menggugah
EMOSI seperti itu, sering disebut dengan cerita yang mempunyai SOUL (nyawa). Bagaimana
menulis cerita yang MENGGUGAH EMOSI sehingga cerita tersebut mempunyai nyawa?
Gampang! Sebelum kita mulai, saya akan bercerita dulu. Boleh ya? Judul cerita
saya adalah: MISTER DATA BERPUISI.
Kalian semua tau film Star Trek, kan? Star
Trek adalah sebuah film futuristic yang bercerita tentang petualangan
sekelompok orang dengan kapal ruang angkasa Enterprise mengembara galaxy.
Ekspedisi itu dipimpin oleh Captain
Piccard seorang kapten yang berkepala botak. Buat yang belom pernah liat, silakan
cari di Youtube.
Ini boss pesawat tersebut: Captain
Picard
Di dalam kapal itu, ada dua orang crew
yang bersahabat. Yang satu bernama Lieutenant Commander Geordi La Forge,
seorang teknisi yang selalu menggunakan visor, sebuah alat bantu penglihatan. Visor adalah
singkatan dari "Visual Instrument
and Sensory Organ Replacement".
Ini yg namanya Commander Geordi dengan
visornya.
Sahabatnya bernama Mr. Data. Kenapa
dinamakan Data? Karena Mr Data sebenernya bukan manusia. DATA adalah robot yang berupa sebuah rekayasa
android yang sangat pintar. Hampir tidak ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab
oleh Data karena di kepalanya telah ditanam berjuta-juta data. Itu sebabnya dia
dinamakan Mr. DATA. Sedangkan Geordi adalah teknisi yang selalu menservis mesin
di dalam kepala data.
Perjalanan menyusuri
berbagai galaxy tentunya memakan waktu yang sangat panjang.
Untuk menghilangkan rasa bosan, secara
berkala para crew sering berkumpul di sebuah lounge dalam pesawat. Di sana
mereka mengadakan acara pesta dansa, diskusi ringan, main musik, atau kegiatan literasi. Saat itu ada acara
pembacaan puisi dari Captain Picard. Puisi2 tersebut diciptakan dan
dibawakannya sendiri.
Puisi-puisi Sang Kapten
itu begitu indah sehingga semua penonton di lounge bertepuk tangan riuh sekali.
Semua memuji kepiawaian Sang Kapten dalam menciptakan puisi. Kemampuannya
mengolah kata bener2 luar biasa. Padahal Captain Picard belom pernah belajar di
komunitas The Writer loh...
"Kenapa orang begitu
kagum pada puisi Captain Picard?" tanya Data pada sahabatnya. Saat itu
Geordi sedang mereparasi sirkuit komputer yang ada di kepala Data.
"Karena puisinya bagus," jawab
Geordi sambil membuka kepala Data lalu menancapkan stop kontak di kepala
temannya. "Ah, cuma gitu doang! Saya juga bisa membuat puisi seperti itu.”
kata Data. "Sumpe looo?” kata Geordi gak percaya. “Bukan cuma bisa. Bahkan
saya mampu membuat puisi yang jauh lebih bagus daripada yang dibuat oleh
Captain," tukas Data.
"Serius? Kenapa kamu
gak buat? Nanti saya bookingin lounge untuk acara pembacaan puisi kamu,"
kata Geordi lagi sambil menyetrum Data untuk menambah tenaganya. Data menengok
ke arah sahabatnya, “Kamu mau membantu mengurus acara pembacaan puisi saya?” “Sangat serius! Toss?” ajak Geordi mengajak
toss.
TOSS! Kedua telapak tangan
saling bertepuk menandakan sebuah kesepakatan terjadi.
Singkat kata, pembacaan puisi pun
terlaksana. Dengan suara mantap, Mr Data membaca untaian kata yang
diciptakannya. Rangkaian kata-kata indah mengalir dari mulutnya...tapi apa
reaksi penonton?
Believe it or not,
gak ada satupun yang memberi apresiasi. Memang ada beberapa orang yang bertepuk
tangan tapi hanya karena rasa kasihan pada si pembaca puisi. Lalu sebenernya
apa yang terjadi? Selesai acara, Data menemui Geordi dan bertanya, "Kenapa
tidak ada orang yang mengapresiasi puisi saya?"
"Karena kamu sudah berkoar-koar
mengatakan bahwa puisi kamu lebih bagus daripada puisi Captain Picard dan
nyatanya tidak," sahut Geordi.
"Jadi menurut kamu,
puisi saya lebih jelek daripada punya Kapten?"
"Jelek, sih, nggak
tapi puisi Kapten lebih bagus," sahut Geordi lagi.
"Kenapa puisi Kapten
lebih bagus? Pilihan kata saya lebih indah. Secara matematis jumlah huruf dalam
setiap kata sama, jumlah suku kata, kata dan kalimat juga jumlahnya sama.
Secara algoritma, rangkaian kata yang saya pilih pertautan maknanya jauh lebih
match satu sama lain.” Bantah Data lagi.
Geordi tidak menjawab.
Matanya menatap Data dengan paras iba. “Saya justru merasa pilihan kata-kata
Kapten sering kacau dan tidak berhubungan satu sama lain." tambah Data
lagi.
"Masalahnya bukan di
kata-kata, Data," Geordi berusaha menerangkan.
"Jadi apa
masalahnya?" tanya Mr Data lagi.
"Seperti kamu
bilang, puisi kamu adalah rangkaian kata-kata indah yang kamu gabungkan secara
matematis." kata Geordi.
"Lalu kenapa?"
"Your poem is
only words. There is no SOUL and there is no EMOTION in your poem," kata Geordi lagi. Lalu
apa jawab Mr Data?
"Of course, not!
I am Android. I have no SOUL. I have NO EMOTION." jawab Data lagi
dengan lugu.
______________Tamat
Pas di adegan ini saya
terharu sampe mau nangis sekaligus geli melihatnya. Ingat! Data adalah seorang
robot tentu saja dia tidak punya JIWA dan pastinya tidak punya EMOSI. Teman-teman
sekalian, Jack Ma pernah ngasih kuliah di sebuah Universitas di Amerika.
Ajarilah anak-anak kamu sesuatu yang berhubungan dengan kreativitas. Jangan
ajari anakmu ilmu yang dapat dipelajari oleh robot. Kalo soal data, robot itu
jauh lebih pintar dari manusia. Tapi soal kreativitas robot tidak bisa
melakukannya. Karena berkarya itu soal rasa. Berkarya itu perkara emosi.
Dari cerita di atas dapat
kita simpulkan bahwa sebuah karya kreatif haruslah diciptakan dengan HATI. Sebuah
karya yang bagus adalah yang mampu menggugah EMOSI. Emosi itulah yang memberi
NYAWA pada tulisan kita.
Perlu diingat baik-baik
bahwa BERKARYA ITU MUDAH, YANG SUSAH ADALAH MEMBERI NYAWA PADA KARYA ITU. FAKTOR
EMOSI DALAM SEBUAH KARYA
Dari apa yang dialami oleh DATA, kita
tentu sepakat bahwa sebuah KARYA YANG BAGUS ADALAH YANG ADA EMOSINYA. Sebuah
tulisan yang bagus adalah yang mampu MENGGUGAH EMOSI PEMBACANYA
Seperti yg saya katakan
di atas, Jadi ketika kita membaca novel sampai berurai air mata, berarti novel
tersebut sukses. Ketika kita nonton film komedi
dan kita tertawa terbahak-bahak sepanjang film, berarti film tersebut
sukses.
Bisa diambil kesimpulan
bahwa kebagusan sebuah karya dapat dinilai dari seberapa besar karya tersebut
mampu menggugah emosi kita. Sebaliknya, ketika dalam kehidupan sehari-hari kita
mengalami perubahan emosi, Itu berarti kita mendapat berkah dari Tuhan untuk
berkarya. Coba dibaca beberapa kali tulisan saya yang terakhir. Karena bagian
itu adalah intisari dari materi malam ini. Saya ulang ya: Sebuah tulisan yang
bagus adalah yang mampu menggugah EMOSI pembacanya. (Pointnya ada di kata
EMOSI).
Jadi ketika kita mempunyai
pengalaman yang menggugah EMOSI, berarti pengalaman itu adalah bahan yang bagus
untuk diceritakan, bukan? (Pointnya juga EMOSI). Bisa dipahami bukan? Kalo
paham, setuju, kan? Jadi, mulai sekarang, ketika kita ngakak mendengar lelucon
teman kita…maka tertawalah sepuas-puasnya. Joke tersebut ternyata telah
menggugah hati kita dari titik netral sampat tertawa terbahak-bahak.
Tapi ingat! Dan ini
penting sekali! Setelah selesai tertawa, tanyakanlah pada diri sendiri, “BISA
KITA JADIKAN TULISAN APA JOKE TERSEBUT?” Ketika kita merasa geli ngeliat
kelakuan anak kita yang masih kecil. Setelah puas tertawa, tanyakan BISA JADI
TULISAN APA PERISTIWA TERSEBUT? Atau kita ditipu oleh teman baik kita sendiri.
Kita MARAH dan KECEWA berat kenapa sahabat kita bisa jadi sejahat itu? Pertanyaannya
masih sama, “BISA KITA JADIKAN TULISAN KEREN GAK PERUBAHAN EMOSI TERSEBUT?”
Saya menyimpulkan bahwa
setiap kali ada perubahan emosi, itu berarti kita mendapat ide untuk menulis. Dan
tulisan kita pasti jadinya bagus! Kenapa? Karena sudah terbukti bahwa peristiwa
tersebut telah berhasil menggugah emosi kita. Ingat! Kita sudah melihat nasib
Mr. Data yang karyanya tidak ada emosinya, kan? Kita sudah sepakat bahwa sebuah
karya yang bagus adalah yang mampu menggugah emosi. Artinya kalo kita merasa
ada perubahan emosi maka kita telah mempunyai ide untuk ditulis. Dan hebatnya
lagi, dalam proses penulisan itu kita bahkan bisa mengemasnya dengan menambah
dramatisasi sehingga tulisan kita akan jadi lebih bagus dari seharusnya.
Mungkin perlu saya
ingatkan bahwa kita telah belajar creative attitude sehingga kita tidak perlu
seperti Farhan yang membutuhkan pemicu berupa gelombang Tsunami yang merenggut
nyawa keluarganya untuk menulis. Kita tidak perlu begitu. Untuk mendapatkan
pemicu, kita cukup memperhatikan apa yang terjadi di sekitar kita. Setiap kita
mengalami perubahan emosi maka tuliskanlah peristiwa itu. Mungkin kita belum
tahu mau dijadikan apa tulisan tersebut. Apakah mau dijadikan novel, skenario
film atau mau jadi status Facebook, cuek aja! POKOKNYA TULIS AJA DULU. Kemarin
kita sudah belajar latihan menulis yang
menyenangkan lewat IG.
Malam ini, untuk
memudahkan latihan menulis cerita yang MENGGUGAH EMOSI, saya telah menciptakan
sebuah metode latihan menulis yang juga menyenangkan. Metode ini saya kasih
nama CERPENTING. Singkatan dari Cerita Pendek Tidak Penting.
Cerita Pendek Tidak Penting
Cerpenting adalah menuliskan
peristiwa-peristiwa REMEH yang terjadi di sekeliling kita. Meskipun ceritanya
sepele. Meskipun ceritanya tidak penting ternyata kita ketawa atau terharu atas
peristiwa itu. Jadi tuliskanlah peristiwa tersebut. Tapi perlu dipahami benar
ya bahwa ceritanya harus benar-benar TIDAK PENTING.
Kalo kalian menuliskan
dilema diajak pacar untuk pindah agama maka itu cerita penting. Kalo kalian
bercerita tentang anak yang terpengaruh temannya nyoba-nyoba narkoba maka itu
cerita penting. Cerpenting haruslah cerita yang tidak penting. Itu sebabnya
METODE LATIHAN MENULIS ini disebut cerpenting = Cerita Pendek Tidak Penting.
Ceritanya terserah dan
bisa macem-macem. Seenak kalian aja. Pokoknya ada sesuatu yang menggugah
emosi.....TULISKAN! Jadi kalo kalian menemukan sesuatu yang lucu di angkot,
ngeselin di warteg, atau ngakak di Pos Yandu....pokoknya apa aja, TULISKAN! Cari
cerita yang paling REMEH tapi bikin kita ketawa, marah, terharu, pokoknya semua
rasa yang yang menggugah emosi kita.
Yang
punya anak kecil pastinya sering ngakak ngeliat kelucuan anaknya, bukan?
TULISKAN! Atau kita lagi naik motor terus keabisan bensin sementara kita juga
lupa bawa duit karena gak sempet ke ATM. Udah jauh-jauh dorong motor pas sampe
ternyata mesin ATMnya rusak. Ngeselin, kan? TULISKAN! Atau kalian mau cerita
horor waktu dikejar-kejar oleh kecoa terbang? TULISKAN! Pokoknya pengalaman
remeh apapun yang kalian alami, selama itu menggugah emosi? TULISKAN! Terserah
kalianlah apa yang mau ditulis.
Teman-teman, perlu
dicatat! Menulis cerpenting memang menuliskan sesuatu yang TIDAK PENTING tapi
manfaatnya SANGAT PENTING. Kenapa? Kalo kita bisa menggugah emosi pembaca
dengan topik yang SANGAT SEPELE, apalagi kalo kita menuliskan hal yang SANGAT
PENTING.
Pastinya tulisan kalian
bakalan jadi bagus banget. Jika sudah terbiasa menulis cerpenting maka kita
akan selalu mendapat pemicu untuk menulis. Kenapa? Karena otomatis creative
attitude kita terbangun! Kalo kita terbiasa mampu menulis dengan pemicu-pemicu
sepele maka kita gak butuh pemicu yang besar seperti gelombang Tsunami atau
penderitaan hidup untuk menulis.
Metode cerpenting akan
membuat kita terlatih untuk menulis hal-hal sepele namun MENGGUGAH EMOSI. Gak
usah mikirin apa gunanya tulisan itu. Anggap aja itu adalah latihan menulis
yang menyenangkan. Kenapa menyenangkan? Karena kita mengalaminya sendiri dan
terbukti menggugah emosi, jadi gak ada salahnya kita abadikan.
Supaya ceritanya makin
seru, tambahkan dramatisasi. Berikut beberapa contoh cerpenting yang pernah
saya tulis.
BACA BUKU LOMPAT-LOMPAT
Sedang asyik makan Ifumi
di sebuah resto kecil di Senayan City, tiba-tiba seorang perempuan datang
mengagetkan saya.
“Om Bud. Wah, kok bisa
ketemu di sini kita,” kata Indri. Dia adalah temen saya di industri periklanan.
“Hey, Indri. Pakabar lo?”
tanya saya lalu cipika-cipiki dengannya.
Dengan cuek Indri
langsung bergabung di meja saya lalu berkata, “Om Bud, gue udah baca buku lo
yang judulnya STORYTELLING. Bagus banget! Gue suka.”
“Kok bisa bilang bagus?
Emang lo udah abis bacanya?” tanya saya.
“Belom, sih,” katanya,
“Abis gue bacanya lompat-lompat.”
Saya berhenti menyuap
ifumi, memegang pundaknya lalu berkata, “Lain kali kalo baca buku, lo harus
duduk. Kalo lompat-lompat ya susah nyelesainnya.”
“HAHAHAHAHAHAHAHA….Gila lo!!!”
Coba perhatikan cerita sedehana ini. Lucu,
kan? Dan hebatnya lagi, cerita ini bisa kita bikin versi videonya. Maka jadilah konten menarik yang bisa kita
posting di IG, Youtube dll.
CERPENTING #2
PERCAKAPAN DI SEBUAH BAR
Saat itu saya sedang
berada di sebuah kafe dan duduk di bar bersama Boni. Karena home band yang main
gak bagus, akhirnya kami memutuskan untuk ngobrol aja ngediskusiin band-band
yang kami suka.
“Eh, Bon. Lo tau Superman
is dead?” tanya saya.
Di luar dugaan Boni
menjawab,
“Hah?
Innalillahiiii….Kapaaan????” tanya Boni.
Hahahahahahaha…tentu saja
saya ngakak abis mendengar omongannya.
Coba perhatikan
cerpenting di atas. Gampang banget kalo mau dijadikan konten video. Luar biasa
kan manfaat cerpenting? Jadi mulai sekarang, setiap kalian tergugah emosinya,
tolong dicatat. Simpan di laptop. Kumpulkan dalam satu folder dan beri nama
‘SUMBER IDE’. Setiap kali kita butuh ide untuk mengisi konten di social media
atau kita butuh ide untuk mengiklankan sebuah brand, kita tinggal buka folder
itu.
Kalo kita mau lebih peka
terhadap apa yang terjadi pada kita sehari-hari, sebetulnya ada banyak yang
bisa kita tuliskan dalam cerpenting.
CERPENTING 3
OH, MAMA, OH, PAPA. TERNYATA ANAKKU JUGA
SUAMI ISTERIKU
Anak saya yang nomor satu
namanya Leon. Sejak lahir, dia selalu tidur dalam box yang diletakkan persis di
samping tempat tidur orang tuanya. Ketika berusia 1 tahun, dia sudah kami
tempatkan di kamar sendiri. Walaupun demikian, ibu atau ayahnya masih
bergantian menemaninya tidur sampai pagi.
Setelah umurnya mencapai
3 tahun, Devina, istri saya, mulai berpikir untuk melatih anak kami belajar
tidur sendiri. Proses belajar tidur sendiri ini tentu saja harus dilakukan
tahap demi tahap. Awalnya Sang Ibu masih menemani sampai si anak terjatuh dalam
lelap. Setelah yakin Leon tidur nyenyak, Vina pun dengan langkah perlahan
meninggalkan kamar tidur Si Anak.
Sayangnya, di tengah
malam, anak saya sering terbangun dan kaget ketika menemukan Ibunya sudah tidak
berada lagi di sampingnya. Dengan penuh angkara murka, dia masuk ke dalam kamar
kami dan langsung protes, "Kok Bunda ninggalin Leon, sih?"
Sang Ibu dengan suara
mengantuk berkata, "Iya, Leon kan sudah tidur, jadi bunda pergi ke kamar
bunda."
"Kenapa harus
pindah? Kenapa gak tidur sama Leon sampe pagi?"
"Karena Leon harus
belajar tidur sendiri."
"Kalo Leon harus
tidur sendiri, kenapa Bunda pindah ke sini? Kenapa Ayah juga gak tidur
sendiri?"
"Karena Bunda harus
tidur sama Ayah."
"Kenapa harus tidur
sama Ayah? Kenapa gak sama Leon aja?"
"Soalnya seorang
istri harus tidur sama suaminya."
"Suami Bunda
siapa?"
"Suami Bunda, ya,
Ayah."
"Jadi itu Ayah atau
Suami?"
Hehehehe....susah juga ya
ngajarin konsep keluarga pada anak kecil. Gimana cara neranginnya coba?
Untungnya istri saya sabar banget sama anaknya.
"Ini Pak Budiman
Hakim adalah ayahnya Leon. Jadi dia bukan ayahnya bunda tapi suami bunda."
"Istri Leon siapa?
Leon mau tidur sama istri Leon," desak anak itu lagi dengan suara dongkol.
Saya yang juga turut
terbangun tidak komentar apa-apa. Coba bayangin; ada anak berumur 3 tahun, jam
3 pagi ngajak diskusi tentang siapa yang berhak tidur sama Bunda bahkan sampe
menanyakan di mana istrinya segala. Puyeng, kan?
Dengan sabar, istri saya
menerangkan, "Leon masih kecil jadi belom punya istri. Kalo udah gede baru
Leon boleh punya istri."
"Jadi yang namanya
istri harus selalu tidur sama suaminya?"
"Iya betul. Leon itu
anak Bunda. Ayah adalah suami Bunda. Seorang istri harus tidur sama
suaminya."
Akhirnya karena udah
terlalu ngantuk, saya berusaha mengakhiri diskusi yang berat itu, "Yuk
sini, Le. Malam ini kita tidur bertiga."
"Yeay!!! Asyik kita
tidur bertiga," Sambil ngomong begitu Leon melompat ke ranjang dan tidur
mengambil posisi di tengah Ayah dan Ibunya.
Esok malamnya peristiwa
berulang. Leon termasuk light sleeper atau orang yang mudah sekali terbangun
walaupun hanya oleh gangguan sekecil apapun. Setelah ditinggal ibunya dalam
lelap sendirian di kamarnya, jam 3 pagi Leon terbangun dan menyusul ibunya ke
kamar kami. Diskusi pun terjadi dengan kalimat-kalimat yang kurang lebih sama.
"Denger ya, Leon.
Kamu harus belajar tidur sendiri. Bunda harus tidur sama Ayah. Kenapa?"
"Karena Ayah adalah
suami Bunda," sahut Leon.
"Nah, itu udah
ngerti. Kenapa kok Leon masih juga mau pindah ke kamar Bunda?"
Kembali saya menengahi
diskusi jam 3 pagi yang berat itu, "Sini Leon. Malam ini kamu boleh tidur
di sini."
"Yeay!!! Kita tidur
bertiga lagi. Horeeee...!!!" Leon melompat dan langsung menempatkan diri
di antara kedua orang tuanya.
Di sebuah hari Sabtu,
kami semua tidak punya rencana untuk ke luar rumah. Pagi hari, kami sarapan
bertiga menikmati nasi uduk dengan semur tahu, irisan telor dadar, bawang
goreng, dengan saus bumbu kacang. Sarapan bersama adalah sebuah situasi favorit
kami sekeluarga. Biasanya kami berdiskusi tentang apa saja. Vina bercerita
seputar kejadian di kantornya, begitu juga saya. Leon juga akan bercerita
segala peristiwa yang terjadi di sekolah playgroupnya.
"Bunda..."
Tiba-tiba Leon berkata.
"Ya, Le. Kamu mau
ngomong apa?" tanya Vina.
"Mulai hari ini,
Leon gak mau lagi jadi anak bunda."
"Hah??" Tentu
saja kami berdua kaget bukan kepalang.
"Kenapa begitu,
Le?" tanya saya was-was ada sesuatu yang terjadi.
"Mulai hari ini,
Leon mau jadi suami Bunda," kata Leon lagi dengan tekanan suara sangat
tegas.
"Haaah???"
Kembali kami berdua kaget bukan kepalang.
"Emang Leon gak suka
jadi anak Bunda," tanya ibunya.
"Suka sih. Tapi Leon
lebih suka jadi suami Bunda."
"Karena?" tanya
saya.
"Karena kalo Leon
jadi suami Bunda berarti Bunda harus tidur sama Leon."
"Hahahahahaha...."
Kami berdua ngakak mendengar ucapan Si Kecil.
"Kalo bunda tetep
mau tidur sama Ayah, gimana dong, Le?" tanya saya lagi.
"Gak bisa! Seorang
istri harus tidur sama suaminya," tambah Leon lagi.
"Hahahahahahahaha....."
Kami berdua langsung ngakak tambah kenceng.
Peristiwa
Leon ingin menjadi suami Bunda itu buat saya sangat lucu dan saya ceritakan di
group WA keluarga Hakim. Semua orang juga ngakak mendengar cerita itu. Nah,
setiap ada pertemuan keluarga, selalu saja ada orang yang jail dan
menunjuk-nunjuk istri saya sambil bertanya, "Leon, itu siapa Leon?"
"Itu Bunda,"
jawab Leon.
"Terus, Leon apanya
Bunda?" tanya orang itu lagi.
"Suami!" Dengan
suara tegas Leon menjawab pertanyaan itu.
HAHAHAHAHAHAHA.....!!!!
Cerpenting adalah cerita
yang menggugah emosi. Dan 'marah' cuma salah satu di antaranya. Biar lebih
jelas saya kasih contoh yang bukan cerpenting lucu.
CERPENTING #4
BAPAK PENJAGA PINTU TOL
Seperti biasa pagi itu
saya pergi ke kantor dari rumah saya di Cibubur. Di gerbang Tol Kampung
Rambutan, menuju ke Jalan Tol TB Simatupang, saya berhenti. Tidak seperti
biasanya, si penjaga Tol menyapa saya. Padahal biasanya nengok ke kita pun
kagak. Umumnya penjaga Tol cuma nadahin tangan doang lalu menyambar uang kita
tanpa mengucapkan sepatah kata.
“Selamat pagi,” katanya
dengan suara lantang dan riang.
“Selamat pagi juga,”
sahut saya sambil menyerahkan uang sebesar Rp 20.000.
Sambil menunggu uang
kembalian, saya menatap ke arah penjaga tol itu. Dia seorang laki-laki berkulit
gelap, berusia sekitar 50 tahun. Wajahnya sama sekali gak ganteng tapi tampak
berseri-seri dengan senyum kecil yang gak pernah lepas dari bibirnya. Saya suka
ngeliat parasnya. Tipe orang yang menikmati hidup dan senantiasa bersyukur
dengan apa yang dimilikinya.
“Terimakasih banyak, Pak.
Hati-hati ya mengemudi,” kata Bapak itu lagi seraya menyerahkan uang kembalian
ke saya.
Sungguh sejuk perasaan
ini. Cara Bapak itu mengucapkan terimakasih terdengar begitu tulus ke luar dari
hatinya. Bukan hapalan yang diperoleh dari training perusahaannya. Saya jadi
semangat mengawali hari dengan dibekali keramahan seperti tu.
Besok paginya, saya
ketemu lagi sama Bapak itu. Dan sikapnya masih seperti kemaren. Ramah dan penuh
energi. Bahkan yang lebih hebatnya lagi, dia ternyata masih mengenali saya.
“Wah ketemu lagi kita.
Selamat pagi, Bapak,” sapanya sambil meraih uang dari tangan saya.
“Selamat pagi juga. Kok
bisa bisa inget sama saya?”
“Ya inget dong. Masa baru
sehari lupa?” sahutnya dengan jawaban sederhana lalu melanjutkan, “Ini
kembaliannya. Terimakasih dan hati-hati di jalan, ya?”
“Terimakasih juga,” sahut
saya sambil berlalu memasuki jalan Tol.
Begitu berpengaruhnya
keramahan Si Bapak sehingga setiap hari saya memerlukan diri untuk selalu
memilih gerbang Tol tempat Pak tua itu bermarkas.
Hari demi hari, hubungan
kami semakin lama semakin akrab walaupun pembicaraan tetap gak lebih dari
sekedar ucapan terimakasih dan hati-hati di jalan doang. Abis gimana lagi? Kami
gak sempet berbicara lebih banyak karena mobil-mobil di belakang udah neror
dengan klaksonnya.
Sampai suatu hari Bapak
itu menghilang. Gak jelas ke mana. Konon kata orang dia dipindah ke Gerbang Tol
lain tapi gak tau Gerbang Tol yang mana. Dan percaya gak? Saya sedih loh. Aneh
deh, rasanya ada yang hilang, rasanya gak asyik mengawali hari tanpa keramahan
Si Bapak.
Dan ternyata bukan saya
aja yang merasakan hal itu. Isteri saya juga merasa kehilangan. Dan yang lebih
aneh lagi, ketika kami lagi ngumpul-ngumpul bersama temen-temen satu komplek,
mereka juga sedang membicarakan Si Bapak penjaga Pintu Tol. Keramahan Bapak itu
ternyata telah memberi bekas yang mendalam di hati banyak orang. Bayangkan,
begitu hebatnya ucapan terimakasih kalo diucapkan dengan hati yang tulus.
Saya gak tau Bapak
Penjaga Pintu Tol itu berada di mana tapi dia telah meyakinkan saya bahwa kata
‘Terimakasih’ yang tampak begitu sepele ternyata bisa begitu berarti bagi orang
lain. Saya sangat berterimakasih pada Bapak Penjaga Pintu Tol atas keramahannya
yang telah membuat saya bersemangat dan optimis menghadapi hari yang saya
hadapi.
Terima kasih atas
pelajaranmu, Bapak. Semoga Tuhan selalu melindungi Bapak sekeluarga._____________
CERPENTING #5
TRANSFER PANAS AYAH DAN ANAK
Pulang sekolah, anak
saya, Leon, tampak lesu dan gak bersemangat. Dia melemparkan tas sekolah lalu
membanting tubuhnya ke atas sofa. Saya agak heran ngeliat kelakuannya karena
anak ini biasanya selalu ceria. Wah, jangan-jangan dia abis dimarahi guru atau
berantem sama temennya, pikir saya.
“Kamu kenapa, Le?” tanya
saya dengan suara pelan.
“Gak kenapa-kenapa,”
sahut yang ditanya dengan suara lemes.
“Kamu dimarahin sama
guru, ya?” tanya saya lagi.
“Enggak,” jawab Leon
lagi.
“Berantem sama temen,
ya?” desak saya terus menyelidik.
“Nggak, lah. Temen-temen
Leon baik semua,” jawab Si Kecil lagi dengan suara yakin.
Sejenak kami berdua
terdiam. Saya masih mikir, kira-kira kenapa ya anak ini? Pasti ada Pasti ada
sesuatu yang terjadi.
“Halo-halo, kita makan
otak-otak, yuuuuk?” Sekonyong-konyong suara isteri saya terdengar dari meja
makan.
“Yuuuuk!” sahut saya lalu
menoleh ke arah Leon, “Ayo Leon. Kamu kan suka banget sama otak-otak.”
Dengan ogah-ogahan, Leon
bangkit dan bergabung bersama Bundanya di meja makan.
Leon saat itu baru
berusia 4 tahun. Dia suka banget makan otak-otak. Biasanya kalo lagi ngambek
terus kita suguhin otak-otak, dia langsung ceria kembali. Namun, sekarang dia
cuma mengunyah satu otak-otak lalu bengong duduk di meja makan tanpa berusaha
nambah lagi.
“Kok dikit amat makannya,
Le?” tanya isteri saya.
“Leon gak napsu makan,
nih,” jawabnya.
“Kamu sakit, Le?” tanya
saya.
“Gak sih. Cuma gak napsu
makan aja. Rasanya mau muntah, “ jawab anak itu dengan pandangan sayu.
Saya otomatis memegang
dahinya dan alangkah terkejutnya ketika saya merasa badannya panas bukan main.
“Vin, Leon demam tinggi,
nih,” teriak saya pada ibunya dengan panik.
“Bentar-bentar. Gue ambil
termometer dulu. Kita ukur panasnya,” sahut isteri saya sembari berjalan menuju
kotak obat-obatan yang terdapat di antara ruang keluarga dan dapur.
“Hah? 39,5 derajat!” kata
isteri saya kaget bukan main.
“Wah, kita harus bawa dia
ke dokter,” usul saya.
“Nanti aja. Kita coba
kasih obat turun panas dulu.”
Sewaktu isteri saya
memberi obat turun panas pada Leon, saya teringat pada nasihat ibu saya. Beliau
mengatakan bahwa ada cara ampuh untuk menurunkan panas anak yaitu dengan metode
transfer panas. Caranya adalah dengan memeluk tubuh anak kita tanpa mengenakan
pakaian.
Sehabis minum obat, saya
buka pakaian Leon sehingga hanya bercelana dalam saja dan saya juga membuka
baju lalu memeluk Leon sehingga tubuh kami berdua bersentuhan dari kulit ke
kulit.
Mengingat metode transfer
panas ini agak sulit saya pahami, saya melengkapinya dengan doa. Saya minta
Leon untuk berdoa sekaligus memintanya untuk mengikuti kata-kata saya.
“Leon, supaya Leon cepet
sembuh, kita berdoa bareng-bareng, ya?” ajak saya.
“Iya Ayah,” sahut Si
Kecil.
“Okay, sekarang ikutin
kata-kata Ayah, ya?”
“Iya, Ayah.”
“Ya Allah, sembuhkanlah
sakit Leon…,” kata saya.
“Ya, Allah, sembuhkanlah
sakit Leon,” Leon mengikuti.
“Atau pindahkanlah panas
Leon….”
“Atau pindahkanlah panas
Leon….”
“…ke Ayah,” kata saya.
“…ke Ayah,” tiru Leon.
“Okay, kita ulang lagi,
ya? Ya Allah, sembuhkanlah sakit Leon atau pindahkanlah panas Leon ke Ayah.”
“Ya Allah, sembuhkanlah
sakit Leon atau pindahkanlah panas Leon ke Ayah,” kata Si Kecil dengan suara
lancar.
Berulang-ulang kalimat
itu saya ulang dan Leon pun mengikuti. Selanjutnya, saya sambung dengan surat
Al-Fatihah untuk menyempurnakan doa kami.
Gak lama kemudian, entah
karena doa atau transfer panasnya, tiba-tiba Leon berkata, “Kayaknya badan Leon
udah enakan nih,” katanya.
“Masa?” tanya saya gak
nyangka sugesti yang saya berikan bisa bereaksi secepat itu.
“Iya bener. Masa Ayah gak
percaya, sih?”
Mendengar omongan
anaknya, isteri saya langsung mengukur temperatur Leon sekali lagi dan apa yang
terjadi? Masya Allah… panas Leon yang tadinya 39,5 derajat telah turun sampai
37 derajat Celcius.
“Leon mau makan sekarang.
Lapeeeer…!!!!” katanya.
Subhanallah! Begitu
hebatnya kekuatan sebuah doa. Saya pribadi sangat yakin bahwa kekuatan doa
itulah yang membuat Leon turun panasnya. Obat turun panas itu cuma media yang
memberi sugesti penyembuhannnya.
Dan Alhamdulillah banget,
besok paginya Leon langsung sehat dan tidak panas lagi. Bahkan dia terus
memaksa untuk pergi ke sekolah. Dan saya tidak keberatan sama sekali. Pagi hari
itu, dia saya antar ke sekolah dengan mobil.
Karena masih takjub
dengan kesembuhan Leon yang begitu cepat, sepanjang perjalanan, saya menasihati
anak itu bahwa jangan pernah menyepelekan kekuatan sebuah doa. Leon cuma
mengangguk-angguk, entah mengerti atau tidak.
“Pokoknya, kalo ada temen
Leon atau guru Leon sakit, jangan lupa doakan mereka. Insya Allah dengan
pertolongan Tuhan, mereka akan segera sembuh. Ngerti kan, Le?”
“Ngerti dong, Ayah.”
“Ngerti apa?”
“Pokoknya kalo ada yang
sakit, kita doain supaya yang sakit sembuh. Iya, kan?”
“Iya bener,” sahut saya.
Waktu terus berlalu dan
Leon Alhamdulillah tidak pernah sakit lagi. Saya bersyukur banget atas rahmat
Tuhan yang telah memberikan Leon kesembuhan.
Suatu hari ketika kami
sekeluarga sedang makan malam bertiga. Saya seneng banget ngeliat Leon makan
dengan bernafsu sekali.
“Ayah, besok Leon libur,
loh,” kata anak saya.
“Heh? Libur apa?”
“Kepala Sekolah Leon, Mr.
Sony, sakit.”
“Oh ya? Sakit apa?”
“Ketua kelas bilang sih
katanya sakit stroke.”
“Stroke? Astaghfirullah.
Semoga guru Leon cepet sembuh. Syafakallah,” saya langsung mendoakan gurunya
Leon.
“Emang stroke itu artinya
apa sih, Yah?”
Dengan susah payah, saya
berusaha menerangkan Leon makna kata itu dengan bahasa yang sederhana. Tapi
Leon rupanya terlalu sibuk dengan makanannya sehingga dia tidak begitu
memperhatikan kalimat saya.
Sebelum tidur, kami salat
Isya bersama. Setelah menyelesaikan salat, kami berdoa untuk kebaikan
sekeluarga.
Sebelum membereskan
sajadah, saya berkata pada Leon, “Le, kepala sekolah kamu kan lagi sakit. Ingat
kata Ayah?”
“Oh iya bener. Kita harus
mendoakan orang yang lagi sakit.”
“Nah, pinter anak Ayah.
Yuk kita doain? Leon yang mimpin doa, ya? Ayah sama Bunda yang bilang ‘Amin’.
Okay?”
“Okay.”
Dengan paras serius, Leon
menadahkan tangannya lalu mulai membaca doa, dimulai dengan Al-Fatihah.
“Aamiin,” saya dan isteri
mengamini di ujung surat itu. Kemudian Leon melanjutkan doanya.
“Ya, Allah, sembuhkanlah
sakit, Pak Sony….”
“Aamiin…!” kata Bapak dan
Ibunya.
“Atau pindahkanlah sakit
stroke Mr. Sony….”
“Aamiin.”
“…ke Ayah.”
“Hah??? Salah Leon….
Salah!!!” teriak saya panik. Gimana gak panik, kalo Allah mengabulkan doa itu…
mampus deh gue.
Leon menghentikan doanya,
menengok ke arah kami berdua lalu berkata, “Iya, maap. Leon juga merasa ada
yang salah.”
Alhamdulillah anak saya
ternyata pintar sekali. Dia langsung mengerti kalo doanya salah.
“Emang seharusnya gimana
yang betul, Le?” tanya isteri saya.
“Seharusnya Ayah dan Pak
Sony buka baju lalu pelukan. Begitu, kan?” tukas Leon dengan suara yakin.
“WAAAAAAAAA……
TIDAAAAAKKKK!!!!!!!!!!!”
Teman-teman, sekarang
saya akan ngasih PR, ya. Saya kan udah bikin beberapa cerpenting, silakan
sekarang kalian juga bikin ya. Coba dingat-ngat peristiwa remeh apa yang kalian
pernah alami tapi bikin kalian ngakak, marah, kesel, sedih dll. Pilih yang
emotional momentnya paling heboh, lalu TULISKAN! Semua tulisan diposting di
sini aja, Nanti Asep, saya dan temen2 lain akan kasih masukan.
SESI TANYA JAWAB
@Haura Insiyah: Aku mau
tanya, jadi dari dulu aku sering banget nulis fan fictions, tapi setiap ingin
menulis fan fiction yang ringan dan bahagia serta cenderung sedikit konflik,
malah ditengah” balik lagi jadi another gloomy fan fiction, disaat memaksakan
untuk tetap menulis yang ringan dan bahagia, setelah dibaca lagi emosinya gaada
dan jatohnya malah maksa. kira-kira harus apa ya om bud untuk melatih emosi
kita sehingga bisa menulis dengan berbagai emosi? Terimakasih.
Ini masalah yang juga
sering saya alami. Saya akhirnya bisa mendapatkan jawabannya. Jadi begini: Dalam
menulis seringkali kita terbawa oleh emosi. Dan pada suatu titik, kita akan
berada di level di mana emosi tersebut bukan saja membawa kita tapi juga
menguasai kita. Akibatnya artikel yang tertulis tidak sesuai dengan yang kita
rencanakan.
Setelah beberapa kali
mengalami hal itu, saya memutuskan untuk tidak melawan. Jadi saya mengikuti
saja kemana emosi itu akan membawa saya. Dan ternyata hasilnya selalu bagus.
Bagus dalam arti ada emosinya dan ada soulnya.
Jadi saran saya, ikuti
aja emosi kamu membawa ke mana. Karena dia yang paling tau seberapa hebat
cerita itu akan menjelma. Ketika kita fokus maka kita akan berada di level
kecerdasan maksimal. Jadi untuk apa dilawan?
Dari @NURUL ISLAM: Om Bud,
bagaimana cara menciptakan hal yang menggugah emosi pada tulisan ilmiah?
Nah, pertanyaan ini agak
sulit. Saya udah sering ditanya soal ini dan saya selalu kasih jawaban yang
sama karena saya yakin bahwa jawaban saya betul. Tapi masalahnya si penanya
tidak pernah percaya sama jawaban saya.
Jadi jawaban saya adalah
gunakanlah teknik storytelling. Misalnya kita hendak membuat sebuah cerita
tentang penemuan baterey HP dengan menggunakan getah pelepah pisang. Coba tulis
dengan cerita, misalnya, waktu saya masih kecil, film favorit saya adalah Mac
Gyver. Dia seorang detektif yang selalu mampu melumpuhan musuh2nya dengan ilmu
pengetahuan. Luar biasa.
Akhirnya saya belajar
bahwa menjadi penemu adalah hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Jadi
sekarang saya akan memaparkan penemuan saya berupa baterey HP dengan
menggunakan getah pelepah pisang. Caranya adalah bla...bla....bla....
Dari @Dayu Dwirani: Kalo
kepikir mau nulis setelah terpicu, misalnya emosi, sebenernya ada lah beberapa
kali, kadang pengen nulis di status Facebook..tapi yg bikin emosi itu, temen juga
di Facebook..itu yg bikin saya urungkan niat untuk nulis..khawatir tersindir
ato sejenisnya. Kalo kayak gitu, mending tetep tulisin atau enggak? Geregetan
kadang-kadang 😬
TULIS DONG! kalo kuatir ada yang
tersindir, ganti nama2 tokohnya. Masih takut juga? Ganti settingnya. Ganti
waktunya. Ganti tempatnya. Okay? Ditunggu tulisannya....
Dari @Titha tobing:
Assalamu'alaikum kak saya mau nanya. Kita lagi nulis cerita nih,tapi sewaktu
kita nulis kita ngerasa tulisan kita itu biasa aja, tidak terdapat emosi yang
mendalam di dalam bagian itu. Tapi ketika kita publish justru banyak orang yang
bilang cerita kita itu sudah sangat maksimal dalam memainkan emosi para pembaca.
Apakah cerita kita itu termasuk berhasil? Sedangkan diri kita sendiri ngerasa
kalau cerita yang kita tulis itu belum mencapai titik emosi.
Iya emang gitu. Karena kan kita udah tau
ceritanya jadi asalkan kita tuliskan surprisenya udah gak gitu terasa buat
kita. Makanya saya bilang, supaya tambah seru kasih dramatisasi. Menulis itu
seperti memasak. Kalo mau enak, kita harus tambah bumbu2....
Dari @Maria Tamba: Mat
malam. Mengapa lebih mudah bercerita secara spontan daripada menuliskan cerita
tersebut? Tiap orang punya medianya sendiri untuk berekspresi. Ada yang lebih
nyaman dengan verbal, ada yang lebih nyaman ditorehkan dalam tulisan.
Mungkin kamu termasuk di kategori pertama.
Tapi saran saya tetep aja tuliskan. Kenapa? Di sesi pertama saya udah
mengatakan bahwa salah satu manfaat menulis adalah mengabadikan pengalaman
hidup kita. Kalo cuma cerita secara spontan kan besok2 orang udah lupa lagi
sama cerita kita.
Dari @NancyZenith
DragonDraven: Saya mau nanya tentang emosi, terkadang saat emosi kita Blank dan
setelahnya untuk menggambarkan kembali emosi itu dalam tulisan terasa beda,
apakah ada tips untuk orang yang baru belajar seperti saya? Matur Suksma,
Mas...
Gapapa beda. Yang penting tuliskan. Proses
kreatif itu kan panjang. Jadi jangan sekali-sekali nulis satu artikel terus
udah merasa puas dan gak disentuh lagi.
Setiap abis nulis, baca lagi lalu cari
bagian mana yg harus dikoreksi. Typo2 dibenerin. Spasi2 yg ngawur dibetulin.
Nanti pelan2 kamu akan menemukan emosi yang hilang itu. Kalo kamu tambahn
dramatisasi, bukan mustahil emosi itu malah jauh lebih bagus daripada
kenyataannya.
Dari @fadiel: om bud. bagi
saya, menumpahkan emosi dengan via suara (ngomong/ekpresi) lebih mudah dari
pada dengan menuliskannya, karena pada saat kita ngomong (misalnya marah),
emosinya juga muncul secara bersamaan, bisa dalam bentuk mimik muka memerah,
nada tinggi, intonasi tak beraturan ,dan kecepatan suaranya juga, serta ekpresi
tubuh dalalam satu waktu, tetapi didalam tulisan semua bentuk informasi itu
sepertinya perlu tuliskan secara
rinci,.. pertanyaan saya..adakah suatu patern, kunci, atau subtitusi kata atau
aturan untuk menconvert bentuk emosi via suara/ekpresi kedalam bentuk tulisan?
Sebelum menulis, cari dulu bagian emotional
momentnya. Kalo udah ketemu, usahakan bagian yang menggugah emosi itu
menggunakan kalimat langsung. Kenapa begitu? Karena kalimat langsung akan
menyihir pembaca seakan-akan peristiwa yang terjadi adalah real time. Kalo cuma
diceritain doang tanpa kalimat langsung, emosinya sering gak kebawa karena
pembaca merasa bahwa itu peristiwa lampau.
Dari @L. Sahara:
Assalamualaikum, saya Larasati sahara, ingin menanyakan, bagaimana jika
cerpenting yg kita tuliskan sedikit masuk unsur puisi, namun penulis
bermaksud kisah yg dituliskan dengan
rasa yg sedih?
Ya gapapa. Saya udah bilang bahwa menulis
itu harus nyaman. Silakan pake bahasa Indonesia. Silakan pake bahawa jawa.
Silakan mau menuliskannya dalam bentuk puisi atau pantun. Tiap orang punya cara
sendiri2 untuk berekspresi.
Dari @+62 878-8587-0089:
Assalamu'alaikum. Selamat malam. Punten ingin bertanya. Dulu waktu smp saya
pernah membaca sebuah tulisan bahwa orang yang paling jahat adalah seniman,
karena mereka tak segan untuk merampok, mencuri, membajak, dan mengakui hasil
karya orang. Seiring berjalannya waktu, saat dewasa saya dikenalkan dengan
konsep ATM (amati, tiru, modifikasi). Awalnya saya menulis selalu berusaha
mengarang sendiri. Tapi lama kelamaan, saya mencoba utk ATM. Saya amati karya
orang-orang yg bagus, tiru lalu modifikasi dengan maksud untuk belajar. Menurut
om Bud, apakah saya salah dan berdosa jika melakukan ATM utk mempelajari
sesuatu yang baru?
Gak dong. Itu cara yang sangat sah. Dulu
saya pernah keabisan ide untuk bikin iklan. Akhirnya saya memutuskan untuk
nyontek karya orang lain. Caranya ya dengan ATM itu. Setelah jadi, saya temuin
orang yang karyanya saya contek itu. Dan bertanya, "Bagaimana menurut lo
iklan gue?"
"Bagus!" kata orang itu setelah
melihat iklan saya.
Terus saya bilang bahwa iklan itu hasil
nyontek karya dia. Eh, dia nyaut, "Ah lain banget! Perasaan gak ada
sama-samanya sama sekali."
Dari Afandi: Om Bud, maaf
mau tanya. Bagaimana teknik yang tepat meletakkan tanda baca dalam tulisan?
Coba baca salah satu novel yg diterbitkan
Gramedia. Ikuti cara menaruh tanda baca di sana. Kalo saya terangin di sini,
bisa sampe jam 1 malem gak kelar. 😂
Dari @Ken shiro Channel:
Dahulu kala hiduplah seorang pemancing fakir joran dari negeri sebarang selatan
mengadu nasip dibelantara pesisir pulau K*****N (sengaja q * kan, biar ga ada
yg tahu kalo saya pernah merantau ke kalimantan).
Di sela2 kesibukannya
bekerja di CV, setiap 1 mggu sekali pemancing tsb mengadu nasip disungai2
atopun rawa disekitaran Ka Pe Ce ( kapese, sebuah perusahaan tambang batubara
bonapit di sangata, kaltim).
Hingga suatu ketika saya
bertemu beliau hingga kemudian bertamu trus dijamu makan, minum dikasih uang
saku 1000 setelah nyanyi "aq tak mau kalo aq dimadu" (eh nglantur 😁).
Dari pertemuan itu tercapailah
kesepakatan, suatu saat kita mancing ke laut. Mancing kerusuhan bukan mancing
ikan. Mancing di laut? Yah, wow... dalam benak q be…
Iya kira2 seperti itu. Saran saya, setiap
tulisan biasakan jangan disingkat. Ntar kebiasaan pas lagi nulis buku,
ceritanya singkatan semua...😂
Dari @Yohana Purwa C:
Sumpah, kesimpulan utk pengantar Cerpenting yang Om Bud sampaikan itu keren
Banget. Ttg bagaimana suatu pengalaman yang menggugah emosi bisa jadi karya.
Dan karya yang keren adalah karya yang mampu menggugah emosi (mencoba
me-repeat). Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara mengembangkan ide dari
peristiwa yang menggugah emosi tsb menjadi tulisan yang mampu menggugah emosi
pembacanya? Ada rumusnya ga?
Menulis itu soal rasa. Jadi lupakan
rumus2. Kita bukan Mr, Data yang suka matematika. Silakan tulis emotional
moment yg ada. Lalu biarkan kita fokus pada ceritanya. Kalo kita udah fokus
maka emosi di dada kita akn menyatu dengan cerita yang kita tulis. Dan nanti
kamu akan mencapai level fokus, di mana emosi tersebut akan mengembangkan
dirinya sendiri.
Biarkan aja proses tersebut terjadi.
Setelah tulisan selesai kamu akan kaget dan gak nyangka, "Kok bisa2nya ya
gue nulis sekeren ini?" Begitulah keajaiban menulis yang selalu saya
alami.
Dari @Wiratama
Bargawastra: Selamat malam, mau tanya: Terkadang dalam menulis kita lebih susah
menemukan pokok inti seatu paragraf daripada kalimat penjelasnya. Jika sudah
seperti itu bagaimana caranya agar kita menemukan ide untuk menulis inti
paragaf? Terimakasih.
Lupakan paragraf dan tetek bengek lainnya.
Kalo kita menemukan ide, cari emotional momentnLalu kita fokus mulai dari situ.
Tulis aja dan jangan berhenti. Setelah selesai, baru kita baca lagi.
Setelah kita baca, baru kita mikirin,
rasanya di awal kita perlu kalimat pembuka. Rasanya endingnya perlu kalimat
penutup. Tapi semua itu, paagraf dll, kan gak ada emotional momentnya. KIta
bikin itu cuma supaya keliatan rapih dan enak dibaca aja. Jadi biarkan itu kita
kerjakan terakhir. Fokus aja pada emotional momentnya. Kenapa? Karena tulisan
yang bagus itu adalah yg menggugah emosi.
Dari @Untoro: Selamat
malam, mau tanya om bud, kalau peristiwa dalam cerita dengan bahasa daerah
misalnya bahasa jawa cerita itu bisa bikin emosi keluar namun ketika mau kita
tulis pake bahasa indonesia sekan hilang sensasi emosinya. Apa perlu di tulis
dialog asli bahasa jawanya terus di kasih translate atau gimana agar tensi
emosi nya tetap terjaga di dalam tulisan, terima kasih 🙏.
Sebaiknya tulis dalam bahasa aslinya.
Kasih catatan kaki lalu tulis terjemahannya di bawah.
Kalo saya mah jagan diikutin, saya pernah
nulis percakapan dalam bahasa perancis dan gak saya kasih tau artinya. Lucunya,
orang2 pada nyari sendiri di google translate. Hahahahahaha...
Pertanyaan terakhir dari
@Aulia: Assalamualaikum. Saya mau tanya ke Om Bud mengenai emosi yang tak sampai.
Ketika ingin melanjutkan novel saya yang belum selesai, saya selalu membaca
kembali tulisan yang saya tulis sebelumnya, sering saya dapati feel yang kurang
bahkan tidak ada sama sekali. Jadi saya memilih untuk mengedit bagian yang
tidak ada feel nya itu dulu lalu saya lanjutkan ceritanya. Ketika selesai
feelnya pun sudah mantap saya malah jadi stuck tidak jadi melanjutkan tulisan
itu. karena saya pikir jika membuat sambungan seperti yang saya rencanakan
sebelumnya feel yang tadi saya buat akan terputus (jadi gak nyambung). Nah,
gimana caranya mengatasi stuck dalam kasus saya ini, Om?
Ini pertanyaan yang bagus tapi saya gak
bisa jawab sekarang karena terlalu panjang. Jawaban dari pertanyaan ini sudah
saya buat khusus dalam sesi tersendiri. Judulnya "Ruang Imajinasi dan
Ruang Editing." Sabar ya....
Closing speech: Teman-teman
sekalian. Apa yang saya paparkan selama tiga hari ini gak ada gunanya kalo gak
dipraktekin. Saya sudah menjelaskan metode-metode menulis. Saya juga sudah
menyiapkan medianya berupa website The Writers untuk posting tulisan.
Saya berharap banget
semuanya mau membuat PR-nya. Karena kalo kalian gak praktekin sama sekali
pastilah ilmu menulis kalian gak akan bertambah. Dan kalo itu yang terjadi,
saya dan Kang Asep pastinya akan merasa gagal menyelenggarakan workshop online
ini.
Berlatihlah terus untuk
meningkatkan ilmu penulisan kalian. Posting semua tulisan di web THE WRITERS.
Kalo udah banyak, kompilasikan menjadi sebuah buku. Kalo itu terjadi maka
dengan senang hati saya dan Kang Asep akan bersedia menuliskan endorsement di
buku kalian. Ini saya janji dan udah kami lakukan pada para peserta di batch2
sebelumnya yang menulis buku.
Kebetulan di group ini
juga ada peserta yang namanya Andung. Dia punya usaha penerbitan buku indie.
Jadi kalian bisa berkolaborasi sama @+62 816-523-773 untuk menerbitkan buku
kalian. Walaupun gak dijual di toko buku, kita bisa menjualnya lewat IG dan
sosmed lainnya. Di jaman digital ini gak ada yang gak bisa kita lakukan
sendiri. Semuanya mungkin, asal ada usaha. Semuanya bisa sukses, asal kalian
mau sedikit capek. OK ditunggu ya tulisan-tulisan kerennya.
Materi amat bagus ini
sayang jika tidak ditularkan kepada kawan-kawan atau sahabat tercinta. Dengan
membaca materi ini dan mempraktikkan latihan yang diinstruksikan tidak mustahil
kita bisa menjadi penulis andal. Keandalan seorang penulis bukan ditentukan
oleh bakat yang dimiliki, melainkan bagaimana dia mengasah emosi. Dan, jangan
lupa. Berhubung menulis merupakan sebuah keterampilan maka bisa dicapai dengan
cara berlatih, berlatih, dan berlatih.
Waaaw..lngkap bnget ibuk..
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusWaaaw..lngkap bnget ibuk..
BalasHapusBener2 mantap bgt bu... bnyk ilmu yg didapatkan dr tulisan ibu
BalasHapusAlhamdulillah. Terima kasih Bu Elly
HapusNah ini edisi super lengkap
BalasHapusTerima kasih Bu Nani.
BalasHapusSuppeeer...komplit
BalasHapusMakasih
HapusSenang sekali dpt ilmu cerpenting ini..
BalasHapusBenar2 nambah inspirasi dan motivasi untuk menulis .
Alhamdulillah. Smg bermanfaat Bu
HapusKeren.. komplit banget....
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusKomplit....mantab....joss..bu ismi
BalasHapusTerima kasih Bu Eni
HapusKomplit....mantab....joss..bu ismi
BalasHapusNat utk berbagi Bu
HapusWoow ilmu baru.mksih sy tdk bisa ikut. Sdh ditutup
BalasHapusSerasa kehadiran om Bud di tengah kita Bu ismi,,mantul,,
BalasHapuswow alhamdulillah dapat ilmu dari Bu Ismi, terima kasih Bu
BalasHapus