Senin, 16 November 2020

MOHON DOA SEMOGA NEGATIF

 



Beberapa hari ini ada rasa waswas. Sebagai pengurang rasa waswas kemarin seharian mencari udara segar ke Alaska. Kebetulan ada teman yang memiliki lahan di dekat Alaska tersebut. Bersilaturahmi, berbincang, berwisata, refreshing, serta menikmati kuliner lezat. Saat sendiri di rumah muncul lagi rasa galau. Saat galau itulah dia hubungi pimpinan sekolah. Dia utarakan maksudnya. Antara ingin dan takut (ikut swab). Ragu-ragu jadinya. Dia akui bahwa dirinya penakut, terutama terkait dengan kesehatan.

            Sebuah artikel terkirim di grup keluarga. Menurut artikel tersebut virus tak dapat dihancurkan dengan meminum berliter-liter air panas.  Mencuci tangan dan merawat jarak fisik dua meter adalah metode terbaik perlindungan. Kebersihan adalah suatu kebajikan tetapi bukan paranoid. Udara itu bersih, kita bisa jalan-jalan ke teman dan tempat umum, tetapi perlu menjaga jarak perlindungan fisik.

Mengenakan masker untuk waktu yang lama mengganggu pernapasan dan kadar oksigen. Pakai itu hanya di tengah orang banyak. Mengenakan sarung tangan juga merupakan ide yang buruk; virus dapat terakumulasi ke dalam sarung tangan dan mudah ditularkan jika tangan menyentuh wajah. Lebih baik cuci tangan secara teratur.

---

Artikel itu sedikit memberi rasa tenang. Namun, di sisi lain keraguan masih bergelayut. Beberapa teman yang diswab hasilnya belum keluar. Info kluster sekolah juga semakin banyak. SMK di kecamatannya sudah lockdown. Pasalnya ada satu guru yang dinyatakan positif. Sebuah SMA di kecamatan sebelah juga lockdown beberapa hari sebelumnya. Pasalnya terdapat satu warga sekolah yang positif. Setelah dilakukan tracing, dinyatakan belasan personal terindikasi positif. (Kenapa, kini kata “positif” jadi membuat khawatir?)

Lalu, mengapa dirinya ragu antara swab atau tidak? Dirinya pernah kontak dengan teman yang dinyatakan positif. Namun, kontak hanya sebentar. Berdasarkan hasil tracing, bukan suatu keharusan untuk swab. Sebenarnya dirinya lebih bersyukur jika tak harus swab. Ada rasa takut juga untuk diswab. Takut jika terasa sakit. Namun, rasa ingin tahu dan keinginan untuk memastikan bahwa dirinya tak terindikasi juga cukup menghantui.

Setelah mendaftarkan diri dan berproses, dikabari petugas kesehatan bahwa alat swabnya hari ini habis. “Alhamdulillah,” syukurnya. Sebab dia sendiri maju mundur untuk ikut swab. Apalagi, saat kontak suami untuk mengantar dijawab “maaf tak bisa nganter karena sedang nguji skripsi.”

Dirinya lega tak jadi ikut swab hari ini. Namun, petugas telah mendaftarkan swab untuk besuk pagi. Waduhhh akhirnya jadi swab nih. Mohon doa ya, semoga diri dan teman-temannya baik-baik saja. Mohon doa juga semoga hasilnya negatif.

 

#Day14NovAISEIWritingChallenge

 

 


1 komentar:

  1. Smoga negatif Mba Ismi... setuju ttg komentar mba ismi, Kenapa, kini kata “positif” jadi membuat khawatir? Smoga kata 'positif' ini bs kembali memiliki arti yang sebenarnya ya mbaa

    BalasHapus