Sabtu, 30 Mei 2020

GUDHEG MANTAP DAN LEGIT


Membaca Lapis Legit Misteri Bu Nani mengingatka akan gudheg yang amat legit yang dikirimkan dua hari lalu. Menjelang berangkat piket sebuah pesan di WA terbaca.
Salam. Mohon maaf hari ini Ibu tindak sekolah?
Yang langsung kujawab.
            Iya Bu. Pukul 08.30. Wonten dhawuh (Adakah sesuatu)?
Langsung berjawab.
            Badhe nyuwun asman (mau minta tanda tangan), Bu.
Sambil mempersipkan diri berbenah tuk berangkat sekolah, kuingat-ingat di mana stempel organisasi kusimpan. Diriku merasa aman karena stempel ada di jok motor. Jadi, jika ada sesuatu yang berkaitan dengan tanda tangan dan stempel organisasinya tak perlu gelagapan. Untuk memastikan kusampaikan pesan kepadanya.
            “Perlus tempel, Bu?”
            “Mboten (tidak), Bu.”
            Nah, ini dia. Perlu tanda tangan kok tanpa stempel. Diriku mulai bertanya-tanya. Memang tanda tangan apa yang tidak disertai stempel?
            Berangkat piket sekolah pun tak dibebani pikiran tentang stempel. Sesampai sekolah rapat belum juga dimulai. Padahal waktu telah menunjukka pukul 08.30. Dirinya yang selalu datang sebelum waktunya merasa kurang sabar untuk segera mengikuti rapat koordinasi panitia PPDB dan PAT. Di sela penatian itulah, kukirim kabar kepada teman bahwa diriku telah berada di sekolah.
            “Injih, Bu. Meniko OTW.”
            Perjalanan Polokarto ke sekolahku tak perlu waktu satu jam. Ini waktu sudah dua jam dari yang djanjikan, belum ada tanda-tanda beliau datang. Buktinya belum memberi kabar. Meski molor dari waktu yang dijanjikan, kucoba untuk tidak menanyakan kepadanya agar tak membuatnya tergesa. Hanya muncul sebuah tanya, “Apakah beliau tak jadi datang?”
            Selesai rapat, saat mau pulang ada seorang kawan menginfo jika ada kiriman. Di dalam tas kresek hitam. Tampaknya cukup berat. Dikirimkan oleh Mas gojek. Sayangnya Mas Gojek telah pulang.
            Sebuah notif di HP yang menanyakan apakah kiriman lewat Mas gojek telah diterima. Tak segera kujawab karena diriku masih menunggu tanda tangan. Nyatanya tanda tangan itu tak pernah ada. Hanya sebuah pengecekan bahwa hari itu saya masuk sekolah. Aroma benda dalam tas kresek hitam itu sungguh mengusik ketenangan. Aroma harum masakan yang membuatku hampir membatalkan puasa Syawal.
            Kuintip kemasan, ternyata ada gudeg yang aromanya awooooww amat menggoda. Tapi tetap kubulatkan tekad tuk selesaikan puasa Syawal hari keempat. Targetnya, hari ketujuh bulan Syawwal puasa sunnah selesai. Kubuka besek berwarna coklat. Woowww, isinya dudheg yang amat coklat. Lima butir telur warna coklat. Sepuluh tahu tempe bacem yang tampak amat legit. Dua potong besar ayam kampung yang menimbulkan selera membara. Bukan itu saja. Masih ada sambel goreng cecek dan sambel serta kanil (santan yang amat kental).
Waktu magrib tiba, kubuka kiriman. Wowww, gudhegnya mantab abis. Teluar tahu tempe amat legits. Ayam ampungnya juga miraos abis lahhh. Hingga dua hari ini tak ada satupun masakan yang basi. Terima kasih kusampaikan kepada Ibu Guru yang telah berbaik hati mengirimk satu besek gudeg komplit. Terima kash Bu.
           

13 komentar:

  1. Wenak tenan Gudeg nya, hahaha

    BalasHapus
  2. Boleh gudek nya buk..waaaaw..jd ngileer pingiin gudeq inih

    BalasHapus
  3. Ingin merasakan enuaaknya si gudheg

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Gudeg coklat...tentunya si pembuatnya lebih coklat bahkan cenderung hitam ya, Bu?

      Hapus
  5. Terima kasih asmannya, Bu.

    BalasHapus
  6. Uuueeenak tenan..pool.Maaf koreksi, tulisanx perlu di pratinjau sebelum publis. Ada kata yang hurufx kurang๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    BalasHapus