Membaca Lapis
Legit Misteri Bu Nani mengingatka akan gudheg yang amat legit yang dikirimkan
dua hari lalu. Menjelang berangkat piket sebuah pesan di WA terbaca.
Salam. Mohon
maaf hari ini Ibu tindak sekolah?
Yang langsung kujawab.
Iya Bu. Pukul 08.30. Wonten dhawuh (Adakah sesuatu)?
Langsung berjawab.
Badhe nyuwun asman (mau minta tanda tangan), Bu.
Sambil mempersipkan diri
berbenah tuk berangkat sekolah, kuingat-ingat di mana stempel organisasi
kusimpan. Diriku merasa aman karena stempel ada di jok motor. Jadi, jika ada
sesuatu yang berkaitan dengan tanda tangan dan stempel organisasinya tak perlu
gelagapan. Untuk memastikan kusampaikan pesan kepadanya.
“Perlus tempel, Bu?”
“Mboten (tidak), Bu.”
Nah, ini dia. Perlu tanda tangan kok tanpa stempel.
Diriku mulai bertanya-tanya. Memang tanda tangan apa yang tidak disertai
stempel?
Berangkat piket sekolah pun tak
dibebani pikiran tentang stempel. Sesampai sekolah rapat belum juga dimulai. Padahal
waktu telah menunjukka pukul 08.30. Dirinya yang selalu datang sebelum waktunya
merasa kurang sabar untuk segera mengikuti rapat koordinasi panitia PPDB dan
PAT. Di sela penatian itulah, kukirim kabar kepada teman bahwa diriku telah berada
di sekolah.
“Injih, Bu. Meniko OTW.”
Perjalanan Polokarto ke sekolahku
tak perlu waktu satu jam. Ini waktu sudah dua jam dari yang djanjikan, belum
ada tanda-tanda beliau datang. Buktinya belum memberi kabar. Meski molor dari
waktu yang dijanjikan, kucoba untuk tidak menanyakan kepadanya agar tak
membuatnya tergesa. Hanya muncul sebuah tanya, “Apakah beliau tak jadi datang?”
Selesai rapat, saat mau pulang ada seorang kawan menginfo
jika ada kiriman. Di dalam tas kresek hitam. Tampaknya cukup berat. Dikirimkan
oleh Mas gojek. Sayangnya Mas Gojek telah pulang.
Sebuah notif di HP yang menanyakan apakah kiriman lewat
Mas gojek telah diterima. Tak segera kujawab karena diriku masih menunggu tanda
tangan. Nyatanya tanda tangan itu tak pernah ada. Hanya sebuah pengecekan bahwa
hari itu saya masuk sekolah. Aroma benda dalam tas kresek hitam itu sungguh
mengusik ketenangan. Aroma harum masakan yang membuatku hampir membatalkan
puasa Syawal.
Kuintip kemasan, ternyata ada gudeg
yang aromanya awooooww amat menggoda. Tapi tetap kubulatkan tekad tuk selesaikan
puasa Syawal hari keempat. Targetnya, hari ketujuh bulan Syawwal puasa sunnah selesai.
Kubuka besek berwarna coklat. Woowww, isinya dudheg yang amat coklat. Lima butir
telur warna coklat. Sepuluh tahu tempe bacem yang tampak amat legit. Dua potong
besar ayam kampung yang menimbulkan selera membara. Bukan itu saja. Masih ada
sambel goreng cecek dan sambel serta kanil (santan yang amat kental).
Waktu magrib tiba, kubuka kiriman. Wowww, gudhegnya mantab abis. Teluar
tahu tempe amat legits. Ayam ampungnya juga miraos abis lahhh. Hingga dua hari
ini tak ada satupun masakan yang basi. Terima kasih kusampaikan kepada Ibu Guru
yang telah berbaik hati mengirimk satu besek gudeg komplit. Terima kash Bu.
Wenak tenan Gudeg nya, hahaha
BalasHapusBetul Buuuu. Wuenak tenan. Bu Nani mau?
HapusBoleh gudek nya buk..waaaaw..jd ngileer pingiin gudeq inih
BalasHapusMonggo. Pinarak ke sini
HapusIngin merasakan enuaaknya si gudheg
BalasHapusHe333 Uwenak polll
HapusEnak tenan.gudeg nya
BalasHapusBetul Pak. Mak nyusss
HapusNgilerr banget bu....
BalasHapusBener2 enak lho Buuu
HapusGudeg coklat...tentunya si pembuatnya lebih coklat bahkan cenderung hitam ya, Bu?
HapusTerima kasih asmannya, Bu.
BalasHapusUuueeenak tenan..pool.Maaf koreksi, tulisanx perlu di pratinjau sebelum publis. Ada kata yang hurufx kurang๐๐๐
BalasHapus