Rabu, 20 Mei 2020

MEMBANGUN PERCAYA DIRI DALAM MENULIS




Waktu             : Rabu, 20 Mei 2020
Narasumber    : Akbar Zainudin

Materi kali ini adalah membangun PD dalam menulis. Sekaligus akan dicontohkan bagaimana cara mengembangkan sebuah ide menjadi tulisan. Salah satu sumber ide utama adalah hasil obrolan atau permasalahan yang kita temui. Bagaimana caranya agar ide itu bisa kita kembangkan? Saya suka sekali mengembangkan ide dengan mencoret-coret dulu dengan membuat namanya peta pikiran. Ada ide utama, yaitu pertanyaan Bapak ibu sekalian, tentang membangun percaya diri. Saya coba kembangkan dalam poin-poin di atas kertas, hasil nya seperti ini.
Dari situlah saya membuat kerangka tulisan.

Agar Lebih Percaya Diri.
1. Tulis Saja
2. Buang Kekhawatiran:
a. Khawatir "ngeblank" di tengah jalan.
b. Khawatir tulisan tidak bagus.
c. Khawatir tidak enak dibaca.
d. Khawatir ditolak penerbit.
e. Khawatir dicemooh teman.
3. Terbitkan/Upload
a. FB
b. WA
c. Blog.
d. Media massa

4. Buat Jadwal Menulis setiap hari.
5. Punya target kapan tulisan harus selesai. Kapan buku harus selesai.

Dari kerangka inilah, akan jadi sebuah tulisan. Inilah contoh paragraf pembuka versi penulis.
Pernah tidak pede? Semua orang tentu pernah mengalaminya. Tak terkecuali diri kita. Bahkan, jika jujur semua orang pasti pernah mengalaminya. Percaya diri itu perlu dibangun dan ditumbuhkan. Tidak serta merta datang dengan sendirinya. Perlu upaya untuk membangunnya. "Bagaimana Cara Menumbuhkan Percaya Diri dalam Menulis?"
Kalimat tanya pada akhir paragraf berfungsi untuk menyambung dengan paragraf berikutnya.
Apakah dalam mengembangkan tema ada aturan presentase nya? Misal no 2, 3,4,,5 brp %.agar bukunya bagus/tdk monoton. Tidak ada aturannya. Secukupnya saja. Kalau kita merasa penjelasannya sudah cukup, maka kita cukupkan.

Ada 5 hal dasar yang harus dimiliki seorang penulis. Ini penting sekali. Salah satunya adalah keberanian. Silakan dilihat dulu videonya.

5 HAL PENTING YANG HARUS DIMILIKI SEORANG PENULIS

PERTAMA: NIAT DAN MOTIVASI KUAT
Harus punya niat dan motivasi kuat dalam menulis karena menulis banyak tantangan dan rintangan. Kalau niat kita kuat, kita akan mampu mengatasi segala tantangan dan rintangan.
Beberapa niat dan motivasi menulis adalah:
1.         Memberi manfaat untuk orang banyak.
2.         Menyebarkan ide kepada orang banyak.
3.         Ingin menjadi amal jariyah, amal yang terus mengalir.
4.         Menulis adalah passive income.
5.         Buku adalah kartu nama terbaik.

KEDUA, HARUS PUNYA TARGET
Targetkan berapa lama sekali satu artikel bisa selesai. Misalnya seminggu sekali, dua minggu sekali, atau satu bulan satu artikel. Tidak masalah, yang penting punya target. Kalau tidak punya target, bagaimana buku akan selesai?

Kalau kita menulis untuk kapan saja bisa selesai, memang tidak masalah. Ataupun kalau tidak selesai juga tidak apa-apa, maka tidak perlu punya target. Tetapi bagi saya, buat apa latihan menulis kalau tidak ada targetnya? Lebih baik mengerjakan hal-hal lain. Karena tidak akan pernah menjadi maksimal.

KETIGA, DISIPLIN
Disiplinkan diri untuk berlatih menulis. Menulis itu jangan di sisa-sisa waktu. Kalau menulis hanya di sisa-sisa waktu, kapan bisanya? Menulis itu harus dijadwalkan SETIAP HARI. Tidak harus lama-lama, mulai saja dengan 15-30 menit setiap hari. Bisa pagi, siang, ataupun malam. Coba cari jadwal yang Anda bisa sisihkan 15-30 menit. Bisa sebelum subuh, sesudah subuh, siang hari, sore, ataupun malam. Sesudah itu bangun komitmen untuk menulis setiap hari.

KEEMPAT, BERANI
Hilangkan semua kekhawatiran dan ketakutan. Khawatir tulisan tidak bagus, khawatir nanti di tengah jalan “ngeblank”, khawatir salah dalam tata bahasa, khawatir tidak diterima redaktur, khawatir tidak diterima penerbit, khawatir buku tidak laku, dan sebagainya.
Banyak sekali kekhawatiran yang membuat kita akhirnya malah ragu untuk menulis. Karena itu, beranilah untuk menulis. Tidak perlu ragu, tidak perlu khawatir. Kalau salah, tinggal perbaiki. Yang penting sudah menulis dan jadi artikelnya. Apalagi kalau naskah bukunya sudah jadi, wow, keren sekali.

KELIMA, PANTANG MENYERAH
Menulis itu banyak tantangannya. Tantangan terbesar adalah diri sendiri. Mengalahkan kemalasan. Sering orang bertanya: “Mas Akbar, saya tidak bisa menulis, tata bahasa kurang, membaca tidak suka, dan seringnya malas, bisa ngga saya jadi penulis?”.
Saya bilang, lebih baik tidak usah jadi penulis. Cari pekerjaan lain yang membuatmu semangat. Lha, kalau mau jadi penulis kok masih malas, mana bisa? Lawan rasa malasmu. Terus kalau tulisan ditolak, jangan menyerah. Itu hal biasa. Semua penulis besar pernah ditolak tulisannya. Karena memang begitu. Ditolak itu biasa. Bahkan berpuluh-puluh kali ditolak tulisan kita, tidak apa-apa. Toh tulisan kita sudah jadi, bisa untuk bahan menyusun buku.
Jangan menyerah. Kalau ditolak, bangkit lagi dan lagi. Nah, dari 5 hal di atas, kira-kira mana yang perlu bapak ibu perbaiki?

Terus terang saya sangat bermasalah di poin 2 &3. Tidak bisa konsisten. Mungkin ada trik yang jitu untuk mengatasi?
Konsisten dan disiplin itu dimulai dari paksaan, Bapak. Memaksa diri terlebih dahulu, setelah itu akan menjadi kebiasaan. Saya dulu mulainya juga tidak mudah untuk konsisten menulis setiap hari. Tetapi saya paksakan. Karena saya tahu, hanya dengan cara itu saya akan berhasil menulis. Kalau saya tidak disiplin, saya tidak akan pernah bisa menjadi penulis. Dan tidak butuh banyak waktu, 30-60 menit setiap hari. Kalau kita sudah bisa memaksa diri dalam 1 bulan, nanti kita akan terbiasa menulis. Mohon dicoba, Pak.

Kalau menulis harus murni dari ide dan pendapat kita atau kita boleh mengambil dari orang lain? Misalnya untuk referensi pendapat terus ditambah ide kita?
Sebuah tulisan itu sebenarnya pendapat pribadi kita. Pendapat orang diperlukan untuk memperkuat argumentasi dan logika yang kita bangun. Biasanya untuk menganalisis sesuatu, kita ambil pendapat orang untuk menguatkan. Kalau tidak perlu, tidak apa-apa. Dari pemikiran kita saja. Apalagi kalau tulisan fiksi. Semuanya dari pemikiran kita.
Sebuah tulisan itu membahas setidaknya 3 hal:
1. Masalahnya apa.
2. Kondisinya sekarang bagaimana untuk dianalisis.
3. Jalan keluar dari masalah tersebut.

Pa ustadz. Kadang ada pikiran. Orang bisa menulis itu karena dari muda/sekolahnya dulu memang aktif di menulis seperti mading/buletin sekolah. Jadi bibit menulisnya memang sudah ada. Nah, kalau kita dari awalnya tidak bikin buletin sekolah/sejenisnya. Saya jadi minder untuk menulis. Cuma dulu suka nulis surat. Dan biasa dulu nulis surat, saya bisa berlembar-lembar. Dan orang lain juga suka membaca surat saya. Apa itu bisa dijadikan motivasi kalau saya bisa menulis?
Itu bagian dari kekhawatiran. Pengalaman saya begini. Kalau dalam setahun kita disiplin menulis setiap hari, tahun depan tulisan kita akan lebih berkualitas, lebih enak dibaca, dan lebih layak untuk diterbitkan. Kalau disiplin, kira-kira butuh waktu satu tahun tulisan kita akan bagus. Jadi, mulai saja. Dari Sekarang. Nikmati saja kalau di tengah jalan masih ngehang, tidak tahu apa yang ditulis, mengantuk, lelah, dan sebagainya.
Itu semua bagian dari perjuangan. Semua penulis pernah mengalami. Hanya masalah waktu kita akan menjadi lebih lancar menulis, lebih mudah mengembangkan ide, lebih mudah berhubungan dengan penerbit. Disabari saja. Dijalani prosesnya. Bisa menulis tidak akan merugikan kita. Terus semangat menulis Bapak Ibu sekalian.

Berarti sebuah tulisan itu seperti karangan argumentasi intinya ya?
Iya, kita lihat ada masalah, lalu kita analisis dan cari solusinya. Saya tanya Bapak Ibu punya masalah apa dalam menulis. Salah satunya adalah "Tidak PD". Ini menjadi tema tulisan saya. Lalu saya coba analisis mengapa tidak PD. Hasil analisa itu menjadi jalan keluar atau jawaban penulis terhadap masalah tersebut.

Apakah ini juga sebuah kekhawatiran, Bapak? Saya suka membaca tulisan-tulisan saya yang lalu. Tampaknya tulisan yang lalu (setahun yll.) lebih baik daripada tulisan sekarang. Ini merupakan kekhawatiran ataukah realita bahwa yang duu lebih baik dari sekarang?
Saya yakin hanya kekhawatiran. Namun demikian, perlu jadi introspeksi diri kita, bisa jadi kita sudah lama tidak latihan menulis. Keterampilan itu kan bisa naik turun. Kalau terus dan serius berlatih, keterampilan kita tambah baik. Sebaliknya kalau jarang berlatih, maka keterampilan kita akan turun. Tetapi kalau kita sudah pernah menulis, dan bagus. Itu berlatih serius lagi sedikit, keterampilan menulis kita akan segera kembali. Paling mudah itu punya target. Setahun menulis satu buku. Saya kira realistis. Seminggu menulis satu artikel, dalam 6 bulan kita sudah ada 25 artikel. Sudah bisa menjadi buku.

Biasanya saya menulis pada satu keadaan,misal memasuki detik-detik tahun baru, tapi ditulisnya di selebaran saja. Dan ngalir begitu saja. Kok kalau lagi serius bias nge-blank?
Itu kebiasaan bagus sekali. Nah, sekarang bagaimana caranya agar kebiasaan itu bisa dilakukan lebih sering, kalau bisa setiap hari. Kalau sudah terbiasa menulis setiap hari, ide-ide itu akan segera mengalir.

Iya ustadz itu yang terjadi pada saya saat ini, seperti menghadapi sesuatu yang baru, ini baru terpikir judul tetapi blank kembali.
Coba buka kertas, corat-coret sedikit deh, seperti yang saya lakukan. Cari berbagai kemungkinannya, terus pilih salah satu sebagai judul. Buat kerangka tulisan, lalu mulailah menulis. Mohon dicoba ibu.

Saya sudah membuat judul baru terbersit tadi sahur, baru.....eh ternyata ini yang dijadikan ustadz judul hari ini, bisakah judul ini saya lanjutkan untuk mencoba coret-coretnya, judulnya "Dengan menulis kepercayaan diri akan muncul". Bagaimana ustadz dengan judul tersebut aneh menurut saya.
Silakan ibu, ditulis saja. Judul ibu bagus, kok. Coba ibu tuliskan, nanti percaya diri akan muncul.

Ini pengalaman menarik perjalanan dari ide hingga tulisan. Mengingatkan saya saat masih ganteng dulu (baca=muda). Saya mendapatkan istri karena berkah hobby koresponden. Dulu di kampung saya kala itu mungkin saya rangking satu  penerima surat terbanyak via kantor desa dibawa perangkat. Karena rata rata sepekan  bisa 2 atau tiga surat saya poskan dengan perangko 150 perak.  Dan entah berapa lembar surat berbalas surat dengan seseorang yang awalnya tidak kenal,  kini mendampingiku 26 tahun dengan dua buah hati. Artinya saya InsyAllah bisa menulis, walau pendidikan sarjana gagal saya raih.
Fakta mas Ustadz Akbar sy merasakan, mungkin ada yg lain juga,  terkadang ada rasa,  "bagaimana saya jadi penulis, sedang gelar pun tidak kudapat kecuali S3 (SD,  SMP  dan SMA). Bismillah lewat group ini yang saya dapat dari kawan jaringan pesantren dan bertemu ustadz Akbar dengan trade mark man jadda  wa jadda= Siapa yg bersungguh-sungguh InsyaAllah BISA, semangat itu akhirnya tumbuh. Bismillah. KeeP SpiriT...!
Emha Ainun Najib bahkan di pesantren saja tidak tamat, Bapak. Menulis itu bukan masalah gelar atau latar belakang pendidikan. Menulis itu tentang sikap mental: disiplin, kerja keras, berani, pantang menyerah, konsisten. Kecuali Bapak mau membuat buku ajar buat siswa atau mahasiswa, itu baru butuh gelar. Selebihnya, tidak ada yang menanyakan, Bapak.




Bagus sekali ibu. Silakan diterjemahkan menjadi kerangka atau outline.


Bergabung di group ini saya mendapatkan banyak nutrisi, asupan gizi yang selama ini saya butuhkan semua ada di sini, syukron ustadz Akbar dan rekan penulis saya akan berguru kepada antum sebaik-baiknya, mohon ajari saya dengan sabar, kemampuan menulis minimalis dan khos pakdhe salam kenal ceritanya.  
Saling belajar di sini. Itulah kekuatan kita. Sinergi positif.

Salam kenal buat semuanya. Smoga suatu hari nanti kawan semua berkenan membaca karya saya, InsyAllah. Demikian juga semoga lahir karya karya dari kawan kawan semua yg datang di meja saya untuk saya baca. Aamiin
Man Jadda Wa Jadda.
Mantul. Semangat Pakdhe. Mohon maaf, penulisan yang benar adalah Man Jadda Wajada. Artinya, siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil. Ini pepatah Arab yang diajarkan di pesantren dan madrasah.
Trimakasih koreksinya mas ustadz

 Materi dari Pak Akbar Zainudin ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin belajar menulis, terutama bagi penulis pemula. Jika kita merasa kurang pede menulis, yuk ikuti tips yang diberikan olehnya. Semoga kita beroleh manfaat darinya dan hal itu merupakan jariyah bagi narasumber.


12 komentar:

  1. Bu Is saya mau tanya
    Bagaimana cara agar terhindar dari malas saat menulis? dan bagaimana agar dapat menulis ketika sibuk?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu dibiasakan mas. Malasnya disuruh pergi ya. "Halloo malas, pergi yah," gitu. He333. Ketika sibuk tetap alokasikan waktu nulis di sela kesibukan.

      Hapus
  2. Bu izmi.. Sll yg terdeoan u bikin resume.. Rajin skli pingin jg sprti ibu.. Tp kdng trkndala si kecil yg mnta d tmnin sm ibunya..
    Sip ibuk.. Semngat terus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada sennya tersendiri ditemani dan menemani si kecil. Saya justru cari kesibukan bu.

      Hapus
  3. Resume-x lengkap...buat catatan tersendiri juga...pingin kayak bu ismi..he...he..

    BalasHapus
  4. wah makasih banyak bu.. lengkap sekali resumenya

    BalasHapus
  5. Wah, luar biasa sekali resumenya.

    Lengkap dan mudah dipahami. Mudah-mudahan menjadi amal jariyah bagi pembaca.

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah, sangat bagus, terulah menulis jangan pernah berhenti

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. Wah memotivasi sekali bu...tulisannya👍👍👍

    BalasHapus
  9. https://wijayalabs.wordpress.com/2020/05/21/yuk-menulis-buku-dari-hasil-ngeblog/

    BalasHapus
  10. https://membangunpersonalbranding.blogspot.com/2020/05/dari-rajin-ngeblog-terbitlah-buku-baru.html

    BalasHapus