Kubaca Surat
Edaran Menteri Agama No 6 Tahun 2020 dengan berurai air mata. Allahu Akbar.
Apa lagi yang terjadi di negeri ini ya Allah? Ibadah haji ditiadakan tahun ini,
shalat di masjid tidak diharapkan, shaf yang rapat tak dianjurkan, ibadah umroh
dibatalkan, pulang kampung tak diperbolehkan. Derita apa lagi yang disandang
oleh negeri ini?
Aku mencoba memahami Protokol Penanganan Covid-19 pada Area Publik di
Lingkungan Kementerian Agama dan aturan perundangan serta petunjuk/imbauan lain
dan Fatwa MUI yang terkait. Bahkan, kubaca barusan ada dua piluh lima dokter
wafat terpapar corona. Astaghfirullah. Pertanda apakah ini?
Belum lagi berpikir kedua anakku yang semuanya berada di perantauan.
Jauh hari telah mempersiapkan mudik lebaran. Dibela-belain beli tiket dua kali.
Salah satunya hangus karena salah tanggal. Dalam hal ini memang karena kekeliruan
dirinya. Sebagai ganti keteledoran telah beli tiket dengan harga jutaan. Itulah
perjuangan agar dapat pulang kampung di saat lebaran.
Namun, harapannya pupus sudah. Ada larangna pulang kampung. Semula ada
permintaan agar akulah yang berkunjung ke tempat perantauannya. Dan aku pun
mengiyakan. Namun, peraturan demi peraturan bermunculan. Tak bisa diprediksikan
bagaimana kemungkinan terbaiknya.
Kini, di siang bolong ini, kubaca Surat Edaran Menteri. Kata demi kata,
kalimat demi kalimat kubaca dengan cermat. Ada bagian yang kuulang-ulang. Entah
berapa kali harus kubaca demi hati ini menerima dengan lapang. Butir E yang
terbagi atas tujuh belas nomor ini harus kupahami. Butir E berupa Panduan
Pelaksanaan Ibadah.
Nomor 1, Umat Islam diwajibkan menjalanan ibadah puasa di bulan Ramadan
dengan baik berdasarkan ketentuan fikih ibadah. Nomor ini dapat kuterima dengan
mudah. Hati pun menerima dengan lapang. Insyaallah umat Islam yang konsisten
akan melaksanakannya.
Nomor 2, Sahur dan buka puasa dilakukan oleh individu atau keluarga inti
tidak perlu sahur on the road atau ifthar jama’i (buka puasa
bersama). Ini sudah mulai terasa amat beda dengan tahun sebelumnya. Kegiatan
buka puasa bersama merupakan kebahagiaan dan kegembiraan sebagian besar umat
Islam. Kebahagiaan bagi penyedia ifthar bersama maupun yang bisa
menghadirinya. Sama-sama hadir dalam even yang berbahagia. Ketika hadir sebagai
peserta diri ini bahagia. Sebagai penyedia ifthar pun lebih bahagia. Bahkan,
katering langganan sudah saya pesan setahun sebelumnya.
“Tahun depan, tolong bantu kami lagi menyiapkan ya Mbak,” pesanku
setahun yang lalu. Meski harga agak di atas catering yang lain, karena lidah
kami cocok dengan masakannya dan warga pun merasakan hal yang sama dengan
diriku. Haruskah kubatalkan karena ifthar bersama ditiadakan? Bukan itu saja.
Semarak Ramadan yang selalu kutunggu tampaknya hanya akan membawa sendu dan
pilu.
Nomor 3, salat Tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah
bersama keluarga inti di rumah. Tarawih di rumah? Memang bisa. Tapi kutahu hati
ini pasti akan meronta. Salat tarawih di rumah bagiku tak terbiasa.
Nomor 4, tilawah atau tadarus Alquran dilakukan di rumah masing-msing
berdasarkan perintah Rasulullah saw untuk meninari rumah dengan tilawah
Alquran. Bagiku, tilawah di rumah insyaallah tetap dilakukan. Namun, bakda
tarawih barang beberapa halaman bersama beerapa ibu tilawah di masjid demi
memakmurkan masjid terdekat. Bakda subuh, setelah kuliah subuh pun tilawah di
masjid membawa kebahagiaan. Bagaiamana dengan puasa bulan Ramadan ini? Ah, diri
ini tak dapat membayangkan.
Nomor 5, buka puasa bersama baik dilaksanakan di lembaga pemerintahan,
lembaga swasta, masjid maupun musala ditiadakan. Benar-benar tak dapat kupahami
saat ini. Entah beberapa saat nanti, barangkali bisa memahami.
Nomor 6, peringatan nuzulul Quran dalam bentuk tablig dengan menghadirkan
penceramah dan massa dalam jumlah besar, baik di lembaga pemerintahan, lembaga
swasta, masjid dan musala ditiadakan. Duhai Allah, mohon ampuni diri ini. Duhai
para da’i, diri ini sudah rindu suaramu yang merdu mendayu. Siapakah yang kan
meggantikanmu di hatiku?
Nomor 7, tidak melakukan iktikaf di 10 (sepuluh) malam terakhir bulan
Ramadan di masjid/musala. Astaghfirullah. Adakah iktikaf bis adilakaukan selain
di masji? Adakah aturan baru bahwa iktikaf bisa dilakukan di rumah? Padahal,
iktikaf merupakan aktivitas yang membawa berkah. Membawa rasa tenang dan bahagia.
Bisa berbincang dan bercengkerama dengan Yang Mahakuasa.
Nomor 8, pelaksanaan Salat Idul Fitri yang lazimnya dilaksanakan secara
berjamaah, baik di masjid atau di lapangan ditiadakan, untuk itu diharapkan
terbitnya Fatwa MUI menjelang waktunya. Duhai Rabb Yang Maha Pengasih. Turunkan
belas kasih-Mu agar ada perubahan. Berikan kemudahan kepada hamba untuk rindu
melaksanakan perintah-Mu. Berikan kesempata pada diri ini dan umat muslim-Mu.
Kami tahu ya Allah, bahwa idul ftri diaksakan secara berjamaah. Berikan
keselamatan kepada kami. Turunkan inyah-Mu tuk bumi ini. Kami tak tahu apa yang
bisa dirasakan makhluk di bumi-Mu jika pada hari Idul Fitri umat-Mu tak
menunaikan perintah-Mu.
Nomor 9, agar tidak melakukan kegiatan tarling, takbir keliing, dan
pesantren kilat kecuali melalui media elektronik. Pesantren melalui media
elektronik? Wow, bukan berarti taki bisa diakukan. Akan tetapi, berapa biaya
harus dikeluarkan? Duhai Allah Yang Maha Penyayang. Kepada siapa lagi duka ini
kan kulayangkan?
Nomor 12, oh ya ada catatan buat Pak Menteri. Setelah nomor 9 mengapa
meloncat ke nomor 12? Nomor 10 dan 11 dikemanakan? Mohon maaf, ini bukan
mengkritik. Sekadar mengingatkan jika ada nomor yang terlewatkan. Silaturahmi
atau halal bihalal yang lazim dilaksanakan ketika hari raya Idul Fitri bisa
dilakukan melalui media sosial dan video call/confrence. Aduhai, apalagi
ini? Akankah orang-orang tua yang biasa kusowani diajak vicon? Teringat
ayah ibuku di rumah. Di hari raya Idul Fitri enam anaknya beserta menantu
lengkap semua cucu berkumpul. Menghaturkan sungkem. Bapak memberikan taushiah
untuk anak cucu semua. Diakhiri dengan jabat tangan, cium tangan berurai air
mata kebahagiaan. Ke mana lagi hal itu besuk kan kucari? Apalagi, lebaran besuk
adalah lebaran untuk pertama kali kami semua ditinggal kakak sulung yang telah
mengadap Ilahi Rabbi. Baru terbayang bahwa lebaran besuk kakak sulung tak akan
hadir melengkapi silaturahmi. Ini malah kenyataan lebih miris di hati.
Nomor 13, Pengumpulan Zakat Fitrah dan/ atau ZIS (Zakat, Infak, dan
Shadaqah): butir a. Menghimbau kepada segenap umat muslim agar membayarkan
zakat hartanya segera sebelum puasa Ramadan sehingga bisa terdistribusi kepada
mustahik lebih cepat. Semula saya berpikir zakat fitrah. Tentu, jika zakat
fitrah tak diperbolehkan dibayarkan sebelum Ramadan tiba. Untuk zakat harta diperbolehkan.
Untuk nomor-nomor berikutnya kan kubahas kesempatan berikutnya. Duhai Allah
Yang Maha Pengasih. Berikan belas kasih-Mu kepada makhluk di bumi-Mu ini.
Selesikan dengan cara terbaik-Mu tuk mengatasi segala musibah di bumi ini.
Ini jadi pertanyaan besar Apakah ini cara Allah menguji hamba-Nya dengan rasa was-was dan ketakutan seperti yang ada dalam ayat Zl Qurqn
BalasHapus