Jumat, 24 April 2020

NESTAPA RAMADAN HARI PERTAMA


Kuamini doa Abdullah Gymnastiar (Aa Gym ) di TV One dengan linangan air mata. Ini hari pertama menunaikan ibadah Ramadan. Ramadan yang amat berbeda dengan Ramadan sebelumnya. Ramadan yang amat dinanti oleh umat muslim sedunia. Namun, Ramadan kali ini benar-benar berbeda. Banyak hati dilingkupi duka nestapa.
Takmir masjid semalam telah mengumumkan tak ada shalat tarawih berjamaah di masjid. Tak ada taddarus maupun murottal bersama di masjid. Tak ada kegiatan buka bersama di masjid. Tentu juga tak ada ngaji bareng atau TPA menjelang berbuka.
Bukan tak ikhlas diri ini menerima semua. Hanya sebuah refleksi dan mawas diri apa gerangan maksud Allah mengirimkan wabah yang telah mengubah dunia. Doa yang kupanjatkan dalam hati, semoga diri ini dapat mengambil hikmah nan berharga dari segala peristiwa. Serta doa agar korona segera enyah dari dunia.
Buka bersama yang telah direncana sebelumnya kandas sudah. Katering yang telah dipesan jauh hari tidak jadi. Kegiatan buka bersama yang amat dinantikan tak kan pernah tiba. Dengan menu sederhana ala perumahan. Teh hangat, snack ala kadarnya, nasi timlo, buah atau es buah adalah menu favoritnya. Pas di kantong untuk ukuran dirinya. Menu murah meriah. Untuk seratusan orang sekitaran dua juta rupiah. Momen yang amat dirindukan. Bahkan, untuk mendaftar jadi penyelenggara buka bersama perlu bernego dengan dua anaknya. Dua anak yang inginnya ikut buka bersama saat sang bunda menjadi penyelenggara. Duh, nikmatnya.
Saat takmir umumkan tak ada buka bersama, air mataku langsung menitik. Tak ada lagi kebersamaan keluarga dan warga menjelang berbuka. Tak ada lagi ratusan warga ceria mendengarkan taushiah singkat untuk kemudian lanjutkan magrib bersama. Berbuka dengan menu sederhana namun amat bermakna.
Himbauan takmir, bagi yang telah menganggarkan untuk berbuka bersama dapat diasalurkan dalam bentuk lain. Diriku mulai berpikir. Diwujudkan dalam bentuk apa? Sembako? Uang? Atau makanan?
Ideku mulai terbuka. Beberapa ibu buka lapak di grup perumahan. Berkaca pada dirinya, saat berjualan ada yang nglarisi, rasanya senang sekali. Oke, beras cukup pesan lewat WA. Kue pesan di depan rumah. Minyak dan gula ada yang merekomendasi sebuah toko muslim yang sangat amanah. Harganya pun lebih murah. Untuk urusan terakhir ini diriku gamang. Maukah sang suami mengantar belanja ke tempat yang dianggap temannya murah.
“Kenapa harus pindah tempat belanja? Bukankah di Goro Assalam kita telah terbiasa? Harga terpaut berapa?” itulah komentar suami jika diminta mengantar ke tempat belanja yang lebih jauh sedikit. Berbeda dengan ibu-ibu. Minyak terpaut seribu dua ribu pun tetap diuber.
Bisa dipastikan belanja tetap di Goro Assalam. Maklum tidak memungkinkan belanja banyak dengan naik motor sendirian. Oke, dalam hal ini suami mesti harus dituruti.
Anganku tetap melayang saat buka bersama yang cukup praktiss. Tinggal bel katering, sampaikan pesanan dan dapat ditingal duduk manis. Tinggal dipantau sudah sampai di mana jika sudah jamnya si katering belum di lokasi. Selesai menikmati buka bersama tinggal bayar di tempat. Sudah, urusan selesai sudah. Jika ada sisa pun telah siap ibu-ibu membawa plastik untuk mengemas dan membagikan.
Kini, untuk urusan sembako harus berpikir sendiri. Beli beras, gula, minyak, dan segala pernak-perniknya. Masih ribet bawanya pula. Tapi, inilah proses yang harus dinikmati. Memesan sendiri, mengemas sendiri, dan membagi sendiri. Kenapa tak diserahkan dalam bentuk uang saja? Inilah seninya. Ingin menyibukkan diri dalam urusan bakti sosial.
Mengapa harus menyibukkan dengan urusan begituan? Tunggu dulu. Itulah salah satu cara untuk melupakan nestapa di dada. Duka nestapa saat memikirkan sang anak. Dua anak yang semuanya mengais rejeki di ibukota. Anak pertama telah berumah tangga. Tinggal di rumah sederhana namun nyaman tak jauh dari ibukota. Anak kedua? Di sinilah masalahnya. Dia tinggal di kamar kosan sendirian. Tak bisa leluasa pergi sesuka hati. Jika memikirkan diri anaknya ada perih di hati. Doa yang selalu dipanjatkan, semoga Allah selalu melindungi.
Mestinya masa PSBB DKI berakir hari ini. Namun, Gubernur DKI menyampaikan informasi. Perpanjangan PSBB hingga 22 Mei. Bukankah itu hari menjelang Idul Fitri?
Duh, Gusti ampuni diri ini. Bila punya kemauan yang melebihi kemampuan diri. Ingin mengisi Ramadan seperti tahun-tahun sebelumnya. Ingin berkumpul bersama saat lebaran tiba. Yaa Ilahi Rabbi. Tuntunlah hati ini tuk dapat menerima apapun yang terjadi dengan hati suci. Kuatkan hati, yang saat ini untuk bayangkan situasi lebaran mendatang pun tak berani.
Berikan kekuatan tuk jalani hidup ini dengan ikhlas sepenuh hati. Jaga lisan ini dari segala ucap yang menyakiti. Tuntun tangan ini tuk ringan berbuat dan berbagi. Arahkan kaki ini tuk ringan meniti ridho Ilahi. Allahu Rabiii mohon kabulkan doa ini.



9 komentar:

  1. Leres mbk Ismi Ramadhan th ini hrs lbh bersabar n tawakal ..hidup sederhana lbh bgs mbk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Bu Trini. Bersabar dan tawakkal salah satu kuncinya.

      Hapus
  2. Baru merasakan kali ini Ramadan tanpa taraweh di masjid.

    BalasHapus
  3. Benar banget Ramadhan tahun ini harus banyak instrofeksi diri, sabar, dan tawakal Terus berdoa semoga wabah segera sirna.

    BalasHapus