Minggu, 19 April 2020

BERDAMAI DENGAN WAKTU


Sebulan lebih bekerja dengan WFH akhirnya jadi terbiasa. Benar pepatah yang mengatakan Alah bisa karena biasa. Hari pertama WFH dampak korona belum begitu terasa. Sebab ada koordinasi dan sosialisasi di sekolah hingga zuhur tiba. Belum begitu terasa dampaknya. Hari kedua mulai ada rasa canggung di dada. Kebiasaan berangkat pagi-pagi ke sekolah kini tidak lagi. Kegiatan seabreg sepulang sekolah tiada lagi.
Hari ketiga sudah mulai terasa. Mulai berpikir bagaimana pembelajaran bisa terlaksana. Rancangan pembelajaran selama dua pekan (berdasarkan edaran pertama) WFH berlangsung dua pekan. Pekan pertama ada tiga pertemuan. Pekan kedua tiga pertemuan. Praktis harus kusiapkan pembelajaran selama enam pertemuan.
Jadilah diriku membuat rancangan pembelajaran enam pertemuan. Namun ada kendala, bagaiman cara menyampaikannya? Oke, kubuka gawai. Nomor salah satu siswa kuhubungi. Rancangan pembelajaran enam pertemuan sampai kepada mereka.
Hari ketiga itu mulai terdengar keluhan siswa. Mereka merasa bosan di rumah. Tugas banyak. Enak masuk sekolah. Ada rasa iba pada mereka. Memang yang bosan di rumah mereka saja? Diri ini juga loh. Ingin beraktivitas sebagaimana biasa. Akan tetapi bagaimana bisa?
Selain iba ada sedikit rasa bahagia. Berarti para siswa merasa senang beraktivtas di sekolah. Apalagi saat ada siswa yang japri, katanya kangen diajar Bu Guru. Duh, melambung kini diriku. Untung hati kecilku mengingatkan, “Jangan bergembira dulu.”
Kucari info bagaimana bisa laksanakan pembelajaran jarak jauh dengan efekif. Kusambut info kepala sekolah. Pakai google classroom. Oke, kucoba tapi hasil belum maksimal. Kembali komunikasi lewat WA. Hasilnya cukup lumayan, meski juga belum sepenuhnya sesuai harapan.
Percobaan masih berlanjut. Pakai aplikasi google form. Oke, tak luput dari kepenasaranku kucoba tuk belajar. Hasilnya, lumayan. Penilaian Harian bisa kulakukan pakai google form. Persiapnnya cukup ribet. Namun, prosesnya tak perlu ribet. Tinggal kirim link dan token. Tunggu sampai mereka selesai mengerjakan. Nilai sudah jadi dengan sendirinya. Ibarat peribahasa, Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
Cara lain pun kucoba. Penyampaian materi via WAG (whatssApp Grup). Materi disampaikan dalam format word. Siswa dapat membacanya. Lanjut tanya jawan atau diskusi. Sayang, agak sepi. Tak seperti ramainya grup Belajar Menulis 8. Daftar pertanyaan terdapat antrean panjang.
Kini, waktu WFH telah berjalan lima pekan. Evaluasi dan refleksi harus kulakukan. Pekan pertama WFH mestinya jadwal try out bersama satu kabupaten. Semuanya telah dalam keadaan siap. Soal sudah disiapkan sebulan sebelumnya. Diri ini tahu persis karena terlibat langsung dalam pengadaan soal. Soal telah dicetak sebanyak peserta ujian nasional. Bisa dibayangkan berapa biaya telah dikeluarkan. Try out ditunda dalam batas waktu yang tak ditentukan.
Waktu WFH diperpanjang sebelum masuk pekan ketiga. Ujian nasional ditiadakan. Ujian sekolah bisa dilakukan dengan tidak mendatangkan siswa. Bisa dilakukan daring. Proses pembuatan soal pakai google form dimulai. Dua hari sebelum masuk ujian sekolah soal untuk mapelku selesai kukerjakan. Agak lega rasanya. Meski tertatih-tatih dalam belajar.
Pekan keempat dan kelima WFH pembelajaran tetap dilakukan. Pembelajaran tetap dilaksanakan secara online. Namun, diri ini tak memasang target terlalu tinggi. Misal ada yang mohon maaf tak punya kuota, dimaklumi. Ada yang bisanya kerjakan malam dimaklumi. Sebab HP bergantian dengan ayah atau kakak. Kujawab sambil berkelakar, “ Gak papa. Kini, saatnya kita merdeka belajar.”
Sebelum masuk pembelajaran kusapa mereka dengan kelakar. Setelah salam kusapa dengan panggilan kasih sayang. Anak-anakku, Sayangku, Cintaku, Negeriku, I Love You. Kadang ada sambutan “Ibu, aku rinduuuu.” Kalimat singkat seperti itu terkadang meruntuhkan pertahananku. Bulir air mata pun runtuh satu-satu.
Kini, memasuki pekan keenam mau tak mau harus berdamai dengan waktu. Berdamai dengan keadaan. Jadwal mulai teratur meski tak sepadat merapat sebelum masa korona. Rumah yang semula tempat persinggahan sementara, kini lebih hangat ada penghuninya. Sore hingga pagi selalu ada di rumah. Tak pernah pergi ke mana-mana apalagi ke luar kota. Hanya, pagi hingga sore sering ikut suami WFC (work from campus). Bekerja di ruangan tersendiri serta tak banyak bersosialisasi. Sesekali bertemu warga kampus saat ibadah shalat.
Kini, dengan berjalannya waktu jadwal mulai tercatat. Pagi olahraga. Pukul 07.00 sudah di kampus terus bekerja di ruang tertutup. Sore olah raga sejenak. Habis maghrib ngaji. Habis isya membaca atau mendengarkan berita. Untuk hari Senin hingga Jumat ada agenda kuliah malam. Semoga bisa istikamah tinggalkan jejak tulisan.

7 komentar: