Sebulan lebih
bekerja dengan WFH akhirnya jadi terbiasa. Benar pepatah yang mengatakan Alah
bisa karena biasa. Hari pertama WFH dampak korona belum begitu terasa.
Sebab ada koordinasi dan sosialisasi di sekolah hingga zuhur tiba. Belum begitu
terasa dampaknya. Hari kedua mulai ada rasa canggung di dada. Kebiasaan
berangkat pagi-pagi ke sekolah kini tidak lagi. Kegiatan seabreg
sepulang sekolah tiada lagi.
Hari ketiga sudah mulai terasa. Mulai berpikir bagaimana pembelajaran
bisa terlaksana. Rancangan pembelajaran selama dua pekan (berdasarkan edaran
pertama) WFH berlangsung dua pekan. Pekan pertama ada tiga pertemuan. Pekan
kedua tiga pertemuan. Praktis harus kusiapkan pembelajaran selama enam
pertemuan.
Jadilah diriku membuat rancangan pembelajaran enam pertemuan. Namun ada
kendala, bagaiman cara menyampaikannya? Oke, kubuka gawai. Nomor salah satu
siswa kuhubungi. Rancangan pembelajaran enam pertemuan sampai kepada mereka.
Hari ketiga itu mulai terdengar keluhan siswa. Mereka merasa bosan di
rumah. Tugas banyak. Enak masuk sekolah. Ada rasa iba pada mereka. Memang yang
bosan di rumah mereka saja? Diri ini juga loh. Ingin beraktivitas sebagaimana biasa.
Akan tetapi bagaimana bisa?
Selain iba ada sedikit rasa bahagia. Berarti para siswa merasa senang
beraktivtas di sekolah. Apalagi saat ada siswa yang japri, katanya kangen
diajar Bu Guru. Duh, melambung kini diriku. Untung hati kecilku mengingatkan, “Jangan
bergembira dulu.”
Kucari info bagaimana bisa laksanakan pembelajaran jarak jauh dengan
efekif. Kusambut info kepala sekolah. Pakai google classroom. Oke,
kucoba tapi hasil belum maksimal. Kembali komunikasi lewat WA. Hasilnya cukup
lumayan, meski juga belum sepenuhnya sesuai harapan.
Percobaan masih berlanjut. Pakai aplikasi google form. Oke, tak luput
dari kepenasaranku kucoba tuk belajar. Hasilnya, lumayan. Penilaian Harian bisa
kulakukan pakai google form. Persiapnnya cukup ribet. Namun, prosesnya tak
perlu ribet. Tinggal kirim link dan token. Tunggu sampai mereka selesai
mengerjakan. Nilai sudah jadi dengan sendirinya. Ibarat peribahasa, Berakit-rakit ke
hulu, berenang-renang ke tepian.
Cara lain pun kucoba. Penyampaian materi via WAG (whatssApp Grup).
Materi disampaikan dalam format word. Siswa dapat membacanya. Lanjut tanya
jawan atau diskusi. Sayang, agak sepi. Tak seperti ramainya grup Belajar
Menulis 8. Daftar pertanyaan terdapat antrean panjang.
Kini, waktu WFH telah berjalan lima pekan. Evaluasi dan refleksi harus
kulakukan. Pekan pertama WFH mestinya jadwal try out bersama satu kabupaten.
Semuanya telah dalam keadaan siap. Soal sudah disiapkan sebulan sebelumnya.
Diri ini tahu persis karena terlibat langsung dalam pengadaan soal. Soal telah
dicetak sebanyak peserta ujian nasional. Bisa dibayangkan berapa biaya telah
dikeluarkan. Try out ditunda dalam batas waktu yang tak ditentukan.
Waktu WFH diperpanjang sebelum masuk pekan ketiga. Ujian nasional
ditiadakan. Ujian sekolah bisa dilakukan dengan tidak mendatangkan siswa. Bisa
dilakukan daring. Proses pembuatan soal pakai google form dimulai. Dua
hari sebelum masuk ujian sekolah soal untuk mapelku selesai kukerjakan. Agak
lega rasanya. Meski tertatih-tatih dalam belajar.
Pekan keempat dan kelima WFH pembelajaran tetap dilakukan. Pembelajaran
tetap dilaksanakan secara online. Namun, diri ini tak memasang target terlalu
tinggi. Misal ada yang mohon maaf tak punya kuota, dimaklumi. Ada yang bisanya
kerjakan malam dimaklumi. Sebab HP bergantian dengan ayah atau kakak. Kujawab
sambil berkelakar, “ Gak papa. Kini, saatnya kita merdeka belajar.”
Sebelum masuk pembelajaran kusapa mereka dengan kelakar. Setelah salam
kusapa dengan panggilan kasih sayang. Anak-anakku, Sayangku, Cintaku,
Negeriku, I Love You. Kadang ada sambutan “Ibu, aku rinduuuu.” Kalimat
singkat seperti itu terkadang meruntuhkan pertahananku. Bulir air mata pun
runtuh satu-satu.
Kini, memasuki pekan keenam mau tak mau harus berdamai dengan waktu.
Berdamai dengan keadaan. Jadwal mulai teratur meski tak sepadat merapat sebelum
masa korona. Rumah yang semula tempat persinggahan sementara, kini lebih hangat
ada penghuninya. Sore hingga pagi selalu ada di rumah. Tak pernah pergi ke
mana-mana apalagi ke luar kota. Hanya, pagi hingga sore sering ikut suami WFC (work
from campus). Bekerja di ruangan tersendiri serta tak banyak bersosialisasi.
Sesekali bertemu warga kampus saat ibadah shalat.
Kini, dengan berjalannya waktu jadwal mulai tercatat. Pagi olahraga.
Pukul 07.00 sudah di kampus terus bekerja di ruang tertutup. Sore olah raga
sejenak. Habis maghrib ngaji. Habis isya membaca atau mendengarkan berita.
Untuk hari Senin hingga Jumat ada agenda kuliah malam. Semoga bisa istikamah
tinggalkan jejak tulisan.
Guru kreatif tdk akan risau dalam keadaan apapun
BalasHapusAamiin3. Insyaallah
BalasHapusMantabs tenan. Desain-nya mirip dg blog saya. Selamat lanjutkan, Bu
BalasHapusTerima kasih Pak Dosen. Semoga kemiripan yang berhikmah.
HapusSemangaat ibu..
BalasHapusTerima kash Bu Atik
HapusTerima kasih Pak
BalasHapus